Skip to main content

Konsep Islam tentang Ekonomi Kerakyatan

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 05, 2012

Konsep Islam tentang ekonomi kerakyatan adalah sebuah ekonomi yang berdasarkan empat sendi, yaitu Pertama Ketuhanan, Kedua Etika, Ketiga Kemanusiaan dan Keempat Sikap pertengahan. Hal ini berbeda dengan apa yang digagas dan diketahui oleh pakar ekonomi kerakyatan dan ekonomi liberal.
“Dan usahakanlah pada segala benda yang dianugerahkan kepadamu akan kesenangan kampung akhirat dan janganlah kamu lupakan kebahagiaan nasibmu didunia serta berbuatlah kebajikan kepada sesama manusia sebagaimana Allah berbuat kebajikan kepadamu; dan janganlah mencari-cari kerusakan dan kehancuran dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kebinasaan”. (al-Qashash: 77).
Islam yang memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari sistem-sistem yang tengah berjalan, esensinya memiliki akar dalam syari’at, yang membentuk pandangan dunia sekaligus sasaran-sasaran dan strategi (Maqashid Asy-Syari’ah) yang berbeda dari sistem-sistem sekuler yang pada saat ini dan sebelumnya sudah berkuasa.
Adi Sasono mengungkapkan ada beberapa hal yang perlu dijadikan dasar konsep Islam tentang ekonomi kerakyatan, tiga azas pokok filsafat ekonomi dibawah ini merupakan orientasi dasar ilmu ekonomi Islam, yakni sebagai berikut ;
  1. Dunia ini, semua harta dan kekayaan sumber-sumber adalah milik Allah Swt dan menurut kepada kehendak-Nya.
  2. Allah itu Esa, Pencipta segala mahluk, dan semua yang diciptakan tunduk kepada-Nya. Salah hasil ciptaan-Nya adalah manusia yang berasal dari subtansi yang sama, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Alam ini, semua flora dan fauna ditundukan oleh Allah sebagai sumber manfaat ekonomis dan keindahan bagi umat manusia. 
  3. Semua manusia sama, tidak berkelas-kelas, sedangkan perbedaannya ialah pada kerendahannya dalam taqwa dalam perbuatan amal shalehnya.
Implikasi dari doktrin ini ialah bahwa antara manusia itu terjalin persamaan dan persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, saling membantu dan bekerjsama dalam ekonomi, yakni syirkah dan qirad atau profit and loss sharing “bagi hasil”.
Iman Kepada Hari Pengadilan (kiamat). Sebagai akses ketiga sangat penting dalam filsafat ekonomi Islam, karena akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusia menurut horison waktu.
Ketiga azas filsafat Islam tersebut, sebenarnya berpangkal kepada azas tauhid, yang jelas sangat berbeda jauh dengan azas filsafat ekonomi lainnya dan jelas pula bahwa bila filsafat azas sudah berlainan, maka nilai-nilai dasar dan instrumental dari ekonomi akan menunjukan perbedaan-perbedaan yang nyata pula.
Wilfred Cantwell Smith mengungkapkan, gerakan modernisme Islam itu dicirikan oleh tiga hal yaitu; Pertama, apologi (Sikap mempertahankan dan membela Islam). Kedua, dinamisme (Sikap menganjurkan supaya umat Islam bertindak). Ketiga, nasionalisme (Perjuangan membebaskan bangsa-bangsa Islam dari tindasan penjajahan barat).
Konsep Islam tentang ekonomi kerakyatan bebeda dengan dasar-dasar susunan komunisme, kapitalisme dan sosialisme barat jelaslah sumber-sumber ekonomi Islam lebih mementingkan aspek ketaqwaan daripada kecerdasan, kekayaan, intelektual, dan ilmu ataupun sumber daya alam.
Menyangkut konsep ekonomi Islam dalam membangun ekonomi ada beberapa prinsip yang harus selalu diperhatikan dan diamalkan, R. Riesdam Effendi menyebutkan, diantaranya sebagai berikut ;
  1. Bersih dari riba, termasuk pinjaman dari bank konvensional yang berbunga tetap untuk periode jangka waktu tertentu.
  2. Bersih dari perkara-perkara yang haram, misalnya dengan tidak menjual benda-benda yang haram.
  3. Bersih dari penindasan. Harga terlalu mahal melebihi yang seharusnya dalam Islam dinilai satu penindasan terutama terhadap rakyat kecil.
  4. Bersih dari monopoli dan oligopoli.
  5. Bersih dari hutang yang tidak dibayar.
  6. Bersih dari unsur-unsur tidak bertenggang rasa.
  7. Bersih dari berbohong dan ketidakjujuran. Hal ini berkaitan dengan nilai atau kualitas barang, harga barang, perjanjian, usaha yang sama dan lain- lain.
  8. Bersih dari hal yang melalaikan. Dalam berekonomi sesibuk apapun, mereka tidak akan lalai dalam mengerjakan ibadah, baik secara vertikal maupun horizontal.
Dari sisi ekonomi umum, maka dengan konsep Islam tentang ekonomi kerakyatan yang dipakai oleh manusia muslim sejati, maka Insya Allah akan mempercepat recovery krisis sekaligus dapat memanfaatkan perdagangan terbuka, karena terdapat perbedaan mendasar antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvesional.
Sehingga untuk itu, pelaksanaan ekonomi Islam dalam rangka mempercepat pembalikan dari keadaan krisis ke keadaan sejahtera, puas dan tentram, bangsa Indonesia tidak hanya sistem ekonominya yang berpandukan syari’ah, namun benar-benar harus disertai etika bisnis Islam, yakni dengan tetap didasari nilai-nilai yang ada, seperti; Jujur dan Amanah (QS 4: 58), Adil (QS 5: 8), Profesional (QS 67: 2), Saling Kerjasama (QS 5: 2) dan Sabar serta Tabah (QS 2: 45).
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 1992). Yusuf Qhardawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Terjemah Zainal Arifin (et.al), Jakarta: Gema Insani Press, 1997). Adi Sasono (et.al), Solusi Islam atas Problematika Umat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998). Rosihan Anwar, Ajaran dan Sejarah Islam Untuk Anda, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1979). R. Riesdam Effendi, Spiritualitas dan Gerakan Ekonomi Religius di Indonesia (Pengalaman Hawariyun Group of Companies), dalam Maryadi (ed’s), Agama Spiritualisme dalam Dinamika Ekonomi Politik, (Surakarta: University Muhammadiyah Press, 2001). M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Prilaku Politik Bangsa (Risalah Cendekiawan Muslim), Bandung: Mizan, 1996).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar