Skip to main content

Definisi dan Pengertian Agama

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 15, 2012

Banyak sekali definisi dan pengertian agama, baik dari tokoh-tokoh agama maupun filosof yang menguraikan tentang agama, secara berbeda­, seperti pendapat Fakhroeddin al-Kahiri, bahwa agama dari segi etimologi berasal dari dua kata; A: tidak dan Gama: kacau, kocar­-kacir, berantakan, yang sama artinya dengan perkataan Griek; Chaos. Jadi pengertian agama adalah tidak kocar-kacir atau tidak berantakan, atau agama itu teratur, dan beres.
Sedangkan menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim cendekiawan sekaligus seorang linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan, The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan kepada Tuhan.
Selain definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta, agama dalam bahasa Latin disebut Religion, dalam bahasa-bahasa barat sekarang bisa disebut Religion dan Religious, dan dalam bahasa Arab disebut Din atau juga.
Dari pendapat tersebut, definisi dan pengertian agama memiliki perbedaan-perbedaan pokok dan luas antara maksud-maksud agama pada kata ‘agama’ dalam bahasa Sansekerta, dengan kata ‘religio’ bahasa latin, dan kata ‘din’ dalam bahasa Arab. Namun secara terminologis, ketiganya memiliki inti yang sama, yaitu suatu gerakan di segala bidang menurut kepercayaan kepada Tuhan dan suatu rasa tanggung jawab batin untuk perbaikan pemikiran dan keyakinan, untuk mengangkat prinsip-prinsip tinggi moralitas manusia, untuk menegakkan hubungan baik antar anggota masyarakat serta melenyapkan setiap bentuk diskriminasi buruk.
Penulis mencoba untuk memaparkan secara definitif definisi dan pengertian agama para tokoh-tokoh yang lain:
R.R. Marett, seorang ahli antropologi Inggris mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama itu menyangkut lebih dari pada hanya pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan dirinya menurut segi-segi emosionilnya walaupun idenya kabur.
J. G. Frazer, megatakan agama adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi dari pada manusia yang dipercayai mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia.
Eden Sheffield Brigtman, memberikan definisi dan pengertian agama, yaitu bahwa agama merupakan suatu unsur pengalaman-pengalaman yang dipandang mempunyai nilai yang tinggi; pengabdian kepada suatu kekuasaan-kekuasaan yang dipercayai sebagai sesuatu yang menjadi asal mula, yang menambah dan melestarikan nilai-nilai ini; dan sejumlah ungkapan yang sesuai tentang urusan serta pengabdian tersebut baik dengan cara melakukan upacara­upacara yang simbolis maupun melaui perbuatan-perbuatan yang lain yang bersifat perseorangan serta yang bersifat kemasyarakatan.
Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan atau isi yang terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi kepada Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan bahwa agama merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.
Beberapa definisi dan pengertian agama, memperlihatkan betapa luasnya cakupan agama dan sekaligus menunjukkan betapa pengertian agama itu cukup banyak. Hal ini di samping menunjukkan adanya perhatian besar dari para ahli terhadap agama, juga menunjukkan bahwa merumuskan pengertian agama itu sangat sulit sehingga tidak cukup satu pengertian saja.
Dengan bertolak dari beberapa pengertian agama, Harun Nasution merumuskan delapan pengertian agama sebagai berikut:
  1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
  2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
  3. Mengingatkan diri pada suatu bentuk yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatannya.
  4. Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
  5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.
  6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari kekuatan gaib.
  7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan yang misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
  8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.
Kesadaran akan adanya wujud tertinggi itu sudah ada dalam masyarakat sederhana, masyarakat yang masih rendah tarap kebudayaannya serta belum dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan lainnya, dan kesadaran masyarakat tentang adanya wujud tertinggi itu sudah ada sejak adanya manusia di muka bumi, sehingga memunculkan bebagai macam bentuk kepercayaan terhadap kekuatan yang maha Tinggi, seperti kepercayaan terhadap kekuasan atau kekuatan yang keramat dan tidak berpribadi, yang dianggap halus mampu berjasad yang dapat dimiliki atau tidak dapat dimiliki oleh benda, binatang dan manusia (Dinamisme). Ataupun kepercayaan terhadap adanya roh-roh (Animisme).
Kepercayaan terhadap kekuatan yang tinggi di atas segala-galanya itulah yang kemudian memunculkan berbagai macam agama.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu filsafat dan Agama, (Surabaya PT, Bina Ilmu 1987). Muslim Arbi, Rasionalitas Islam, (Jakarta, Penerbit YAPI, 1989). HM. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta, CV. Serajaya 1981). Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta, Tiara Wacana Yoya, 1992). Dede Rosyada, Abuddin Nata, Materi Pokok Agama Islam, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1994). A.B. Haniq, Ilmu Agama, terjemahan MD. Koesumo Sastro, (Jakarta, Bpk Gunung Mulia, 1966). Martin Sardy, Agama Multidimensional, (Bandung, Penerbit Alumni, 1983).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar