Skip to main content

Asas Praduga Tak Bersalah dalam Hukum Islam

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 07, 2012

Suatu konsekuensi dari asas legalitas adalah asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Menurut asas praduga tak bersalah, semua perbuatan dianggap boleh, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh suatu nash hukum.selanjutnya setiap orang dianggap tidak bersalah untuk suatu perbuatan jahat, kecuali dibuktikan kesalahannya pada suatu kejahatan tanpa ada keraguan. Jika suatu keraguan yang beralasan muncul, seorang tertuduh harus dibebaskan.
Apabila penggugat tidak mampu membuktikan kesalahan dari tergugat, maka gugatannya ditolak atau tidak dapat diterima, karena pada dasarnya seseorang wajib dianggakp tidak bersalah mana kala belum dapat dibuktikan.
Dalam hukum Islam, asas praduga tak bersalah, didasarkan pada kaidah fikih yang berbunyi:
Asal dari pada hukum adalah bebasnya seseorang dari beban atau Tanggungan.
Pada setiap perkara melaluai pengadilan, diperlukan pembuktian baik itu terjadi dalam proses perkara perdata ataupun proses perkara pidana. Hukum pembuktian dalam hukum acara merupakan suatu hal yang sangat penting, karena tugas hukum acara yang terpenting adalah menentukan kebenaran dalam suatu pertentangan kepentingan.
Pembuktian bertujuan untuk dijadikan dasar bagi para hakim dalam menyusun putusannya. Seorang hakim tidak boleh hanya besandar pada keyakinannya belaka akan tetapi harus pula disandarkan kepada dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang besengketa yang merupakan alat bukti.
Seseorang yang dituduh melakukan kejahatan harus dianggap tidak beralah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahan orang itu.
Perlunya pembuktian, agar manusia tidak semaunya saja menuduh orang lain dengan tanpa adanya bukti yang menguatkan tuduhannya. Adanya kewajiban ini akan mengurungkan gugatan orang-orang yang dusta, lemah dan gugatan yang asal gugat. Oleh karena itu, Imam Malik dan sebagian fuqaha tidak membenarkan gugatan yang tidak nampak adanya kebenaran dan penggugatnya tidak perlu diminta sumpahnya, karena semata­mata melihat qarinah-qarinah secara lahiriyah.
Dalam hukum Islam bahwa, untuk membuktikan kebenaran gugatan adalah tugas dari penggugat, sebab menurut asal dari segala urusan itu diambil yang lahirnya. Maka wajib atas orang yang mengemukakan gugatannya atas sesuatu yang lahir, untuk membuktikan kebenaran gugatannya itu.
Kaidah praduga tak bersalah ini memiliki pengecualian, yaitu apabila seseorang mengatakan, bahwa barang titipan yang dititipkan padanya sudah dikembalikan, sedang yang menitipkan tidak mengakui telah menerimanya. Dalam hal ini jika orang yang mengatakan telah mengembalikan barang titipan itu, adalah orang yang kepercayaan, maka dapatlah pengakuan itu diterima dengan disumpah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002). Imam Suyuti, Al-Asybah wa An-Nadzoir, (Beirut: Daar Al Kutub Ilmiyyah, 2007). Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004). Abi Isa Muhammad, Al Jami’u As Shohihu wahuwa Sunanu At Tirmidziyyi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988). Abdur Rohman, Inilah Syari ’ah Islam, Alih Bahasa Usman Effendi dan Abdul Khaliq, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990). Muhammad Hasbie Ash Shiddieqy, peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar