Skip to main content

Tarian Spiritual dalam Tarekat

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 06, 2012

Secara etimologi, tarian spiritual tidak tepat jika diartikan secara terpisah. Karena antara kata tarian dan spiritual memiliki arti yang berlawanan. Tarian berarti gerakan badan yang berirama dan terkadang diiringi dengan musik.

Sedangkan spiritual berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral yang non materiil. Jadi akan lebih tepat jika diberi pengertian secara tergabung, yang mana tarian spiritual berarti gerakan badan yang berirama dan mempunyai makna yang bersifat rohani.

Secara terminologi, tarian spiritual adalah tarian yang dilakukan oleh kaum sufi yang merupakan salah satu bentuk tarikat yang disebut juga tarian dzikir, karena mengiringi dzikir yang dilakukan oleh sufi.

Dalam bahasa Arab, tarian spiritual disebut raqsh, tapi tarian spiritual kebanyakan tidak memakai kata tersebut, karena bermaksud untuk menghindari campur aduk antara tarian spiritual dengan bentuk-bentuk tarian hiburan yang bersifat kesenangan dan dunia saja. Terkadang sufi menjadikan tarian spiritual dan gerakan sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan cintanya kepada Allah swt. selama rasa cinta itu ada. Tetapi jika dalam hati yang ada hanya nafsu, maka tarian ini pun hanya akan mengumbar nafsu belaka.

Oleh karena itu tradisi sufi ini harus sepenuhnya dilakukan oleh para darwis yang terbebas dari nafsu-nafsu duniawi, sehingga tidak sembarang orang bisa ikut dalam pelaksanaan tarian ini. Dalam tarekat sendiri, banyak sekali pengertian yang digunakan untuk memaknai tarian spiritual.

Tarian spiritual dalam tarekat, biasa disebut sama’ yang juga berarti untuk keseluruhan dalam konser spiritual, termasuk musik dan nyanyian yang dilantunkan. Tetapi meskipun demikian perlu penulis tegaskan bahwa dalam skripsi ini tidak menggunakan kata sama’ karena dalam pembahasan skripsi ini memfokuskan pada tariannya saja dari keseluruhan konser spiritual yang dilakukan.

Tarian spiritual dalam tarekat, adalah suatu ekspresi para darwis yang mempunyai keinginan untuk menyerahkan diri kepada Allah swt. Karena itulah gerakan­-gerakan tarian ini merupakan jalan mengantarkan penari dalam berkonsentrasi kepada Allah, yaitu sebagai upaya untuk menyatu dengan pengalaman spiritual.

Tarian spiritual adalah bagian dari praktek melepaskan segala kegelisahan duniawi, yaitu kondisi kejiwaan yang sedang terguncang dan mempunyai emosi tertentu. Hal ini dapat diatasi dengan dzikir, memuji dan menyerahkan diri kepada Allah swt. Bahkan tarian ini juga sebagai cara untuk mencapai kesadaran ekstatik dalam penyatuan dengan Allah swt.

Tarian spiritual telah dilakukan oleh banyak tarekat sufi, tetapi Jalaluddin Rumi menjadikan tarian sakral ini sebagai ciri khas dalam tarekatnya. Hal ini karena tarian spiritual memiliki gerakan yang khas dan mengandung makna-makna tertentu sehingga di antara Tarekat-tarekat yang lain, yang paling masyhur dengan tarian spiritual hanyalah tarekat yang didirikan oleh Jalaluddin Rumi yaitu Tarekat Maulawiyah.

Tarian spiritual dalam tarekat Maulawiyah merupakan karya agung yang selama beberapa abad menyebarkan nafas spiritual dan terus menyuburkan kehidupan spiritual kaum muslim, bahkan yang bukan muslim sekalipun, karena dalam pelaksanaannya, tarian ini dilakukan dalam pertemuan beragama.

Referensi Makalah®

Kepustakaan:
Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam; Seni Vokal, Musik dan Tari, terj. Islisyah Asman dan Rahmat Kurnia, (Gema Insani Press, Jakarta, 1991). Bidang Perkamusan dan Peristilahan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Edisi I, Balai Pustaka, Jakarta,1998). Titus Burckhardt, Mengenal Ajaran Kaum Sufi, terj.Azyumardi Azra dan Bachtiar Effendi, (PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, 1984). William C. Chittick, Tassawuf Di Mata Kaum Sufi, terj. Zaimul Am, (Mizan, Bandung, 2002). Jalaluddin Rumi, Jalan Menuju Cinta, terj. Asih Ratnawati, (Terompah, Yogyakarta, 2000). Seyyed Hossein Nasr, ( Editor), Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi, terj. Tim Penerjemah (Mizan, Mizan, Bandung, 2003). Martin Lings, Ada Apa dengan Sufi, terj. Achmad Maimun, (Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2004). Mulyadi Kartanegara, Jalaluddin Guru Sufi dan Penyair Agung, (Teraju, Jakarta, 2004). Carl W. Ernst, Ajaran dan Amaliyah Tasawuf, terj. Arif Anwar, (Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2003). Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Sutejo, (Mizan, Bandung, 1994). Kabir Helminski, Hati yang Bermakrifat, terj. Abdullah Ali, (Pustaka Hidayah, Bandung, 2002). C. Ramli Bihar Anwar, Bertasawuf tanpa Tarekat, (Hikmah dan Iiman, Jakarta, 2002). Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, terj. Saut Pasaribu, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2002). A. J. Arberry, Pasang Surut Tasawuf, terj. Bambang Herawan, (Mizan, Bandung, 1985).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar