Skip to main content

RME (Realistic Matematics Education)

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 20, 2012

Dasar RME (Realistic Matematics Education), dirancang oleh Freudenthal, seorang ahli matematika (topologi) terkemuka, bersama koleganya di Belanda. Kemudian dikembangkan oleh Institut Freudenthal di Universitas Utrecht. Menurut Freudenthal, matematika sebaiknya diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas sejarah dan pengalaman peserta didik secara relefan terhadap masyarakat. Bahan pelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga peserta didik berturunan ‘menemukan kembali’ (guided re-invention) matematika atau rumusnya.
Ini berarti bahwa alam pendidikan matematika, bukanlah pada matematika sebagai suatu produk yang siap pakai melainkan pada kegiatan, pada proses matematisasi. Ini menuntut inisiatif dan kreatifitas dari peserta didik, membuat peserta didik jadi pembelajar yang aktif. Dalam hal ini matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Dalam RME (Realistic Matematics Education), masalah realistik dijadikan pangkal tolak pembelajaran. Peserta didik menjawab masalah realistik dengan menggunakan pengetahuan informasi.
Menurut Marja Van Den Hauzel-Panhuizen, karakteristik RME (Realistic Matematics Education), yaitu: a) The dominating place of context problems b) The broad attention paid to the development of models c) The contributions of students by means of own productions and constructions d) The interactive character of the learning process; and e) The intertwinement of learning strands.
Maksudnya 5 karakteristik utama dari pembelajaran RME (Realistic Matematics Education), adalah sebagai berikut:
  1. Menggunakan konteks, artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi peserta didik.
  2. Menggunakan model, artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.
  3. Menggunakan kontribusi peserta didik, artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan peserta didik.
  4. Interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan lingkungan dan sebagainya.
  5. Intertwinement, artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.
Dari karakteristik pembelajaran matematika, maka penerapan RME (Realistic Matematics Education) di sekolah, adalah sebagai berikut:
  1. Sebelum suatu materi (pokok bahasan) diberikan kepada peserta didik, diberikan kegiatan terencana (bisa lewat nyanyian, alat peraga, workshop mini, permainan, atau 1-2 soal kontekstual/ realistik) yang mengarahkan agar peserta didik dapat menemukan atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Semua kegiatan yang dirancang tersebut dapat dikerjakan oleh para peserta didik secara informal atau coba-coba berdasarkan apresiasi atau cara spesifik peserta didik (karena materi atau algoritma soal tersebut belum diberikan oleh guru kepada peserta didik).
  2. Guru mengamati/ menilai/ memeriksa hasil pekerjaan peserta didik. Guru perlu menghargai keberagaman jawaban peserta didik.
  3. Guru dapat meminta 1 atau 2 peserta didik untuk mendemonstrasikan temuannya (cara menyelesaikannya) di depan kelas.
  4. Dengan tanya jawab, guru dapat mengulangi jawaban peserta didik agar peserta didik yang lainnya memiliki gambaran yang jelas tentang pola pikir peserta didik yang telah menyelesaikan soal tersebut.
  5. Setelah itu, guru baru menerangkan pokok bahasan pendukung soal yang baru saja dibahas (atau kegiatan yang baru saja dilakukan), termasuk memberikan informasi tentang algoritma yang tepat untuk menyelesaikan soal tersebut.
Berdasarkan karakteristik model RME (Realistic Matematics Education), pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik memberikan kepada peserta didik, situasi masalah yang dapat mereka bayangkan yang memiliki hubungan dengan dunia nyata. Dunia nyata dapat berupa media pembelajaran, model atau benar-benar benda nyata yang dapat dimanipulasi. Selain itu, pendekatan realistik menekankan pada keaktifan peserta didik dalam mempelajari matematika.
Dengan demikian, untuk menumbuhkan sikap positif terhadap matematika, pembelajaran materi matematika harus dipilih dan disesuaikan dengan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan tingkat kognitif peserta didik, dimulai dengan cara-cara informal melalui pemodelan sebelum cara formal. Hal ini sesuai dengan karakteristik pembelajaran penerapan model RME (Realistic Matematics Education).
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (tinjauan Teorities dan Historis), (Yogyakarta: Multi Presindo, 2008). Erman suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Jurusan FMIPA UPI, 2003. R.K. Sembiring, ”Apa dan Mengapa PMRI”, PMRI, VI, 4, Oktober, 2008). Marja Van Haezen, Realistic Mathematics Education as work in progress, (Utrecht, Utrecht University, tth).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar