Skip to main content

Profil Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 04, 2012

Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah merupakan salah satu dari sekian banyak tarekat yang ada di Indonesia dan sudah dikenal oleh masyarakat di daerah Kudus dan sekitarnya.
Keberadaan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah, sudah ada sebelum periode tahun 1960 an. Ini terbukti dengan adanya KH. Muhammad Arwani berguru ilmu tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah kepada kyai Syirojuddin di Undaan kudus. Hal ini menandakan bahwa tarekat tersebut sudah ada, hanya saja perkembangan yang cukup pesat terjadi adalah pada masa beliau pulang dari menimba ilmu tarekat di Solo.
Sebenarnya munculnya tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Kudus ini yang mempelopori adalah kyai Hambali Sumardi. Diamana pada saat itu di Kudus dan sekitarnya sangat membutuhkan adanya sentuhan tarekat, hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang saat itu selalu datang ke kediaman kyai Arwani dan kyai Hambali. Dengan banyaknya desakan dari masyarakat kepada kyai Arwani untuk mendirikan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang tujuannya adalah untuk menyelamatkan masyarakat awam, terutama mereka yang sudah tua agar terhindar dari suul khotimah, dimana masyarakat awam sangat membutuhkan bekal untuk berpandangan ukhrowi (spiritual), untuk mengimbangi hal-hal keduniawian dan untuk menguatkan atau mewujudkan ukhuwah Islamiyah.
Karena adanya kenyataan tersebut, maka simbah KR. Arwani meminta petunjuk kepada syekh Mansur (Solo). Dan pengutaraan hal tersebut ternyata didukung sepenuhnya oleh Syakh Mansur dan di anjurkan untuk segera mendirikan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di daerah Kudus. Setelah tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah berdiri di daerah tersebut, maka mulailah beliau melaksanakan kegiatannya, mula­mula dalam jam’iyah tersebut bernggotakan kurang lebihnya ada 25 orang yang mula-mula mereka kebanyakan berasal dari daerah Kudus, dan juga berasal dari beberapa anggota yang pernah nyantri pada beliau.
Dari 25 orang inilah kemudian mereka ikut berperan serta menyebar luaskan keberadaan kegiatan tarekat tersebut, dan sampai sekarang pengikut dari tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah ini sudah lebih dari 1000 orang anggota.
Untuk memperjelas mengenai sejarah perkembangan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah, berikut ini penulis kemukakan juga mengenai sililah masyayikh tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah sebagai berikut:
1. Syekh Arwani
2. Syekh Mansur Solo
3. Syekh Muhammad
4. Syekh Sulaiman al Zuhdi
5. Syekh Ismail al Barusiy
6. Syekh Sulaiman al Quraimi
7. Syekh Kholid al Baghdadi
8. Syekh Abdillah al Dahlawi
9. Syekh Khabibillah
10. Syekh Nur Muhammad al Badwani
11. Syekh saifiddin
12. Syekh Muhammad Ma’ sum
13. Syekh Ahmad al Faruqi
14. Syekh Muhammad al Baqy Billah
15. Syekh Muhammad alkhowaajiki
16. Syekh Darwisy Muhammad
17. Syekh muhammad Zahid
18. Syekh Ubaidillah al kharor
19. Syekh Ya’qub al Jarkhiy
20. Syekh Muhammad ibn ‘alaiddin al ‘atthor
21. Syekh Muhammad Bahaiddin al Naqsabandi
22. Syekh Amir Kullal
23. Syekh muhammad Baabaa al Samasi
24. Syekh Ali al Rumtani
25. Syekh Mahmud al anjir faghnawi
26. Syekharif al Riwikari
27. Syekh Abdil Kholiq al Ghozduwani
28. Syekh Yusuf al Hamadaani
29. Syekh Abi Ali al Fadhil
30. Syekh Abi al Hasan Ali al Khorqni
31. Syekh Abi Yaid Thoifur al Bisthomi
32. Syekh Ja’far Shodiq
33. Syekh Qosim bin Muhammad
34. Sayyidina Salman al Farisi
35. Sayyidina Abi Bakar assiddiq
36. Rasulillah Muhammad SAW.
37. Sayyidina Jibril as.
38. Allah Ta’aala Jalla Wa ‘azza.
Selain kegiatan tawajuhan, para pengikut tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah juga melaksanakan kegiatan Khalwat atau Suluk. Khalwat adalah mengandung pengertian belajar menetapkan hati, melatih jiwa dan hati itu berkekalan ingat kepada Allah dan dengan demikian tetap memperhambakan diri kepada Allah.
Biasanya di kalangan pengikut tarekat, mereka sering mengartikan sama saja antara khalwat dengan suluk. Namun berbeda halnya dengan yang ada di dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah mereka mengartikan khalwat itu lebih umum di bandingkan dengan suluk. Suluk adalah memisahkan diri (menyendiri) dari keluarga dan melakukan wirid. Orang asalkan menyendiri (nyepi dalam bahasa Jawa), tekun beribadah, melakukan wirid, dinamakan khalwat sekalipun yang bersangkutan itu berada di dalam rumahnya sendiri.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Moh. Saifulloh al Aziz S, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya, terbit terang, 1998).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar