Skip to main content

Pendapat Ulama tentang Hukum Shalat Jamaah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 08, 2012

Pendapat ulama tentang hukum melaksanakan shalat jamaah berbeda-beda. Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum shalat jamaah, wajib atau sunnah mustajabbah (sunnah yang dianjurkan). Ada yang mengatakan hukumnya adalah fardhu kifayah bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan.
Pendapat para ulama tentang hukum shalat berjamaah, terbagi menjadi empat pendapat:
Pendapat pertama: hukum shalat jamaah adalah fardhu kifayah
Pendapat Ini merupakan pendapat ulama salaf dan mutaakhirin. Dalam al-Ifshah Ibnu Hubairah menisbatkan pendapat tersebut pada asy Syafi’i dan Abu Hanifah.
Yaitu apabila orang yang berjamaah telah memadai, jatuhlah dosa orang-orang yang tidak mengerjakannya, apabila tak ada satupun orang yang tidak mengerjakannya atau jumlahnya tidak memadai, semuanya berdosa, yang demikian itu karena ia sebagai syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam yang nyata.
Pendapat kedua: hukum shalat jamaah adalah sunnah muakkadah
Ini adalah pendapat Hanafi dan Maliki. Asy Syaukani berkata:”Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa shalat jamaah hukumnya sunnah muakkad yang tidak luput dari perintah melaksanakannya selagi memungkinkan, kecuali terhalang sebuah bahaya, adapun ia dikatakan fardhu ‘ain atau fardhu kifayah atau sebagai syarat sahnya shalat, sekali-kali tidak.
Pendapat ketiga: hukum shalat jamaah itu sebagai syarat
Dalam buku Shalat Jamaah karya Shalih bin Ghanim bin Abdullah As-Sadlani yang diterjemahkan oleh M. Nur Abrari, menjelaskan pendapat para ahli ilmu diantaranya syaikh Islam Ibnu Taimiyah dalam salah satu perkataannya dan muridnya Ibnu Qayyim al Jauziyah, Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa, juga pendapat dhahiriyah dan sebagian ulama hadits. Abu Hasan at Tamami al Hanbali, Imam Ahmad, Abdul Barakaat dari Hanbali serta at Taaji as Subki dari Ibnu Huzaimah, mengatakan, bahwa shalat tidak akan sah bila tidak dikerjakan dengan berjamaah, kewajiban ini berlaku bagi setiap individu kecuali karena udzur.
Pendapat keempat: hukum shalat jamaah adalah fardhu ‘Ain, bukan sebagai syarat sahnya shalat
Pendapat ini berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an surat an Nisa ayat 102:
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-­sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kem udian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin sup aya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus ”. (Q.S. an Nisa :102 ).
Pada hakekatnya shalat merupakan jalan yang sempurna untuk menuju persatuan yang kokoh, karena setiap orang yang ruku’ dan sujud kepada Allah, semuanya menghadap satu kiblat dan hanya menyeru kepada Allah. Sedangkan shalat berjamaah adalah sebab terangkatnya derajat dan bertambahnya kebaikan, ia melebihi shalat sendiri, shalat berjamaah lebih utama 27 derajat. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw. “Ibnu ‘Umar ra berkata; Rasulullah saw bersabda: “Shalat jama’ah melebihi shalat sendiri dengan 27 derajat”.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn al-Maghiroh Ibn Barzabatin al-Bukhori al-Ja’fiyy, Shohih Bukhori, (Bairut - Libanon: Daarul Kitab Al-Ilmiyyah, 1992). Al-Hafidh dan Masrap Suhaemi, Terjemah Riyadhus Sholihin, (Surabaya: Mahkota, 1986).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar