Skip to main content

Biografi Ki Hadjar Dewantara

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 12, 2012

Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Dia adalah putra kelima dari Soeryaningrat putra dari Paku Alam III. Pada waktu dilahirkan diberi nama Soewardi Soeryaningrat, karena masih keturunan bangsawan maka mendapat gelar Raden Mas (RM) yang kemudian nama lengkapnya menjadi Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.
Namun demikian gelar kehormatannya jarang digunakan karena keinginan Ki Hadjar Dewantara untuk lebih merakyat atau mendekati rakyat. Dengan pergantian nama tersebut, akhirnya dapat leluasa bergaul dengan rakyat kebanyakan. Dengan begitu perjuangannya menjadi lebih mudah diterima oleh rakyat pada masa itu.
Menurut silsilah susunan Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara masih mempunyai alur keturunan dengan Sunan Kalijaga. Jadi Ki Hadjar Dewantara adalah keturunan bangsawan dan juga keturunan ulama.
Sebagaimana seorang keturunan bangsawan dan ulama, Ki Hadjar Dewantara dididik dan dibesarkan dalam lingkungan sosio kultural dan religius yang tinggi serta kondusif. Pendidikan yang diperoleh Ki Hadjar Dewantara dilingkungan keluarga sudah mengarah dan terarah ke penghayatan nilai-nilai kultural sesuai dengan lingkungannya. Pendidikan keluarga yang tersalur melalui pendidikan kesenian, adat sopan santun, dan pendidikan agama turut mengukir jiwa kepribadiannya.
Pada tanggal 4 November 1907 dilangsungkan “Nikah Gantung” antara R.M. Soewardi Soeryaningrat dengan R.A. Soetartinah. Keduanya adalah cucu dari Sri Paku Alam III. Pada akhir Agustus 1913 beberapa hari sebelum berangkat ke tempat pengasingan di negeri Belanda. Pernikahannya diresmikan secara adat dan sederhana di Puri Suryaningratan Yogyakarta. Jadi Ki Hadjar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara adalah sama-sama cucu dari Paku Alam III atau satu garis keturunan.
Sebagai tokoh Nasional yang disegani dan dihormati baik kawan maupun lawan, Ki Hadjar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederhana, konsisten, konsekuen dan berani. Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti berjuang untuk bangsanya hingga akhir hayat. Perjuangan beliau dilandasi dengan rasa ikhlas yang mendalam, disertai rasa pengabdian dan pengorbanan yang tinggi dalam mengantar bangsanya ke alam merdeka.
Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan negara, pada tanggal 28 November 1959, Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional”. Dan pada tanggal 16 Desember 1959, pemerintah menetapkan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara tanggal 2 Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional” berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor: 316 tahun 1959.
Tanggal 26 April 1959,Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di rumahnya Mujamuju Yogyakarta. Dan pada tanggal 29 April, jenazah Ki Hadjar Dewantara dipindahkan ke pendopo Taman Siswa.Dari pendopo Taman Siswa,kemudian diserahkan kepada Majlis Luhur Taman Siswa.Dari pendopo Taman Siswa,jenazah diberangkatkan ke makam Wijaya Brata Yogyakarta.Dalam upacara pemakaman Ki Hadjar Dewantara dipimpin oleh Panglima Kodam Diponegoro Kolonel Soeharto.
Dalam lingkungan budaya dan religius yang kondusif demikian, Ki Hadjar Dewantara dibesarkan dan dididik menjadi seorang muslim khas jawa yang lebih menekankan aspek hakekat daripada syariat. Dalam hal ini Pangeran Soeryaningrat pernah berpendapat: “syari’at tanpa hakekat adalah kosong, hakekat tanpa syari’at batal”.
Selain mendapat pendidikan formal di lingkungan Istana Paku Alam tersebut,. Ki Hadjar Dewantara juga mendapat pendidikan formal antara lain: ELS (Europeesche Legere School). Sekolah Dasar Belanda III, Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta, STOVIA (School Tot Opvoeding Van Indische Artsen) yaitu sekolah kedokteran yang berada di Jakarta. Pendidikan di STO VIA ini tak dapat diselesaikannya, karena Ki Hadjar Dewantara sakit.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 4 (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1989). Darsiti Soeratman, Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983/1984). Hah. Harahap dan Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara dan Kawan-kawan, Ditangkap, Dipenjara, dan Diasingkan, (Jakarta: Gunung Aguna, 1980). Ki Hariyadi, Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik, Budayawan, Pemimpin Rakyat, dalam Buku Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya, (Yogyakarta: MLTS, 1989). Ki Hadjar Dewantara, Karya Bagian I: Pendidikan, (Yogyakarta: MLPTS, 1962).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar