Skip to main content

Biografi KH. Ahmad Rifa'i

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 12, 2012

KH. Ahmad Rifa’i dilahirkan pada tanggal 9 Muharram 1200 H, bertepatan dengan tahun 1786 M, di Desa Tempuran Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Ayahnya bernama Muhammad Marhum, anak seorang penghulu Landeraad Kendal bernama R.KH. Abu Sujak alias Sutjowidjojo, yang menjadi qadhi agama di wilayah tersebut.
KH. Ahmad Rifa’i sejak kecil telah ditinggalkan ayahnya, dan kemudian dipelihara saudara dekatnya yang bernama KH. Asy’ari, seorang ulama terkenal di wilayah Kaliwungu yang kemudian membesarkannya dengan pendidikan agama. Dengan demikian, masa remaja KH. Ahmad Rifa’i, berada dalam lingkungan kehidupan agama yang kuat karena Kaliwungu merupakan wilayah yang sejak dulu terkenal sebagai pusat perkembangan Islam di wilayah Kendal dan sekitarnya. Dilingkungan inilah ia diajarkan bermacam-macam ilmu pengetahuan agama Islam yang lazim dipelajari dunia pesantren seperti ilmu nahwu, sharaf, fikih, badi’, bayn, ilmu hadis, dan ilmu al-Quran.
Pada tahun 1230 H/1816 M, ketika usia KH. Ahmad Rifa’i mencapai 30 tahun, ia berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji melalui pelabuhan Semarang dan kemudian menetap selama delapan tahun. Selama menetap di Makkah, Kiai Rifa’i mendalami ilmu-ilmu keislaman dengan berguru pada sejumlah ulama seperti Syaikh Abdurrahman, Syaikh Abu Ubaidah, Syaikh Abdul Aziz, Syaikh Usman, Syaikh Abdul Malik, Syaikh Isa al¬Barawi. Hubungan antara murid dan guru tersebut seringkali diwarnai dengan ikatan spiritual. Sepulang dari menuntut ilmu lalu ia menetap dan mengajarkan ilmunya di desa Kaliwungu Kendal agar bisa memusatkan perhatiannya merealisasikan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan mengarang kitab Tarjumah.
KH. Ahmad Rifa’i mempersunting seorang gadis yang bernama Ummul Umrah, yang diselenggarakan secara sederhana hingga meninggal dunia. Namun dalam kiprah perjuangan selanjutnya, ia pindah ke desa Kalisalak, dan wilayah tersebut ia menikah dengan janda dari Demang Kalisalak (salah satu desa di Batang), dan pada akhirnya mendirikan pesantren. Semula pesantren ini hanya anak-anak yang belajar di sana, tetapi dalam perkembangan berikutnya banyak pula orang dewasa yang datang dari berbagai kota. Mereka yang datang dari kota-kota lain inilah yang kemudian dianggap sebagai murid generasi pertama yang berjasa menyebarkan ajaran KH. Ahmad Rifa’i ke luar daerah Batang dan berkembang hingga sekarang.
Aspirasi KH. Ahmad Rifa’i sangat menentang pemerintah penjajahan Belanda, lewat isi syairnya tersebut membuat langkah-langkah pemerintah Belanda melakukan pembuangan dan pengasingan ke luar wilayah Jawa, di mana wilayah Jawa sebagai tempat sentral perjuangan para ulama masa itu.
Peristiwa di atas mengakibatkan muncul fenomena bahwa dinamika umat Islam cenderung tidak bisa memisahkan antara urusan agama dan urusan sosio-politik. Dengan terbentuknya pemerintahan Hindia-Belanda yang semakin kuat dan tidak banyak memberikan ruang gerak bagi warga pribumi serta bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan ulama, menimbulkan reaksi dalam bentuk perlawanan terbuka sebagaimana yang ditempuh dan dilancarkan oleh KH. Ahmad Rifa’i.
Dalam situasi sosial politik seperti digambarkan di atas inilah, KH. Ahmad Rifa’i tampil sebagai tokoh agama merintis gerakan keagamaan yang implikasinya menyentuh persoalan politik melalui penulisan dan penyebaran kitab dan karya-karyanya.
Tahun 1272 H atau 1856, merupakan tahun krisis bagi gerakan KH. Ahmad Rifa’i. Hal ini disebabkan hampir seluruh kitab-kitab karangannya disita oleh pemerintah Belanda. KH. Ahmad Rifa’i dan para muridnya mendapatkan tekanan terus menerus.
KH. Ahmad Rifa’i kemudian diasingkan dengan tuduhan menghasut kolonial Belanda, sehingga ia dipenjara di penjara Kendal, Semarang, dan Wonosobo, hingga akhirnya pada tahun 19 Mei 1959, KH. Ahmad Rifa’i meninggalkan jama’ah serta keluarganya untuk menuju ke pengasingan di Ambon Maluku.
KH. Ahmad Rifa’i meninggal dunia pada usia 84 tahun yaitu tepatnya pada tanggal 25 Rabiul Awal 1286 H/1 870 M, dan dimakamkan di makam pahlawan “Kiai mojo” di kampung Jawa Tondano Ambon Maluku tersebut. Sepeninggal KH. Ahmad Rifa’i, jama’ah Rifaiyah tetap hidup dan berkembang sampai sekarang.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Mukhlisin Sa’ad, terj. Ahmad Syadzirin Amin, Mengungkap Gerakan dan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifa’i, (Pekalongan: Yayasan Badan Wakaf Rifa’iyah, 2004). Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa, Pemikiran dan Gerakan Islam KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2001). Ahmad Syadzirin Amin, Gerakan Syaikh Ahmad Rifa’i dalam Menentang Kolonial Belanda, (Jakarta: Jama’ah Masjid Baiturrahman, 1996). Ahmad Adaby Darban, Rifa ’iyah Gerakan Sosial Keagamaan di Pedesaan Jawa Tengah Tahun 1850-1982, (Yogyakarta: Tarawang Press, 2004).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar