Skip to main content

Pengertian Sistem Hukum

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: October 18, 2012

Sistem hukum mempunyai pengertian yang penting untuk dikenali. Pertama, pengertian sistem sebagai jenis satuan, yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu menunjuk kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Kedua, sistem sebagian suatu rencana, metode, atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu.
Pemahaman umum mengenai sistem menurut Shrode dan Voich yang dikutip oleh Satjipto Raharjo mengatakan bahwa suatu sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat kompleks, yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain. Pemahaman yang demikian itu hanya menekankan pada cirinya yang lain, yaitu bahwa bagian-bagian tersebut bekerja bersama secara aktif untuk mencapai tujuan pokok dari kesatuan tersebut.
Sistem hukum yang tampaknya berdiri sendiri, sesungguhnya diikat oleh beberapa pengertian yang lebih umum sifatnya, yang mengutarakan suatu tuntutan etis. Oleh Paul Scholten dikatakan, bahwa asas hukum positif tetapi sekaligus ia melampaui hukum positif dengan cara menunjuk kepada suatu penilaian etis. Bagaimana asas hukum bisa memberikan penilaian etis terhadap hukum positif apabila ia tidak sekaligus berada di luar hukum tersebut. Keberadaan di luar hukum positif ini adalah untuk menunjukkan, betapa asas hukum itu mengandung nilai etis yang self evident bagi yang mempunyai hukum positif.
Karena adanya ikatan oleh asas-asas hukum itu, maka hukum pun merupakan satu sistem. Peraturan-peraturan hukum yang berdiri sendiri itu lalu terikat dalam satu susunan kesatuan disebabkan karena mereka itu bersumber pada satu induk penilaian etis tertentu. Teori Stufenbau dari Hans Kelsen mengatakan, bahwa agar ilmu hukum itu benar-benar memenuhi syarat sebagai suatu ilmu, maka ia harus mempunyai objek yang bisa ditelaah secara empirik dan dengan menggunakan analisis yang logis dan rasional. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka tidak lain kecuali menjadikan hukum positif sebagai objek studi.
Oleh karena Kelsen secara konsekuen menghendaki agar objek hukum itu bersifat empiris dan bisa dijelaskan secara logis, maka sumber tersebut diletakkannya di luar kajian hukum atau bersifat transeden terhadap hukum positif. Kajiannya bersifat meta juridis. Justru dengan adanya grundnorm inilah semua peraturan hukum itu merupakan satu susunan kesatuan dan dengan demikian pula ia merupakan satu sistem.
Beberapa alasan lain untuk mempertanggungjawabkan, bahwa hukum itu merupakan satu sistem adalah; suatu sistem hukum itu bisa disebut demikian karena ia bukan sekedar merupakan kumpulan peraturan-peraturan belaka. Kaitan yang mempersatukannya sehingga tercipta pola kesatuan yang demikian itu mengenai masalah keabsahannya. Peraturan-peraturan itu diterima sebagai sah apabila dikeluarkan dari sumber-sumber yang sama, seperti peraturan hukum, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Hukum merupakan suatu sistem, artinya hukum itu merupakan suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian (sub sistem) dan antara bagian-bagian itu saling berhubungan dan tidak boleh bertentangan satu sama lainnya. Bagian atau sub sistem dari hukum itu terdiri dari :
Struktur Hukum, yang merupakan lembaga-lembaga hukum seperti kepolisian, kejaksaan, kehaki man, kepengacaraan, dan lain-lain;
Substansi Hukum, yang merupakan perundang-undangan seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah;
Budaya Hukum, yang merupakan gagasan, sikap, kepercayaan, pandangan-pandangan mengenai hukum, yang intinya bersumber pada nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.
Ketiga sub sistem tersebut di atas tidak dapat dipisah-pisahkan dan tidak boleh bertentangan satu sama lainnya. Ketiganya merupakan suatu kesatuan yang saling berkait dan menopang sehingga pada akhirnya mengarah kepada tujuan (hukum) yaitu kedamaian.
Bila ketiga komponen hukum tersebut bersinergi secara positif, maka akan mewujudkan tatanan sistem hukum yang ideal seperti yang diinginkan. Dalam hal ini, hukum tersebut efektif mewujudkan tujuan hukum (keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum). Sebaliknya, bila ketiga komponen hukum bersinergi negatif maka akan melahirkan tatanan sistem hukum yang semrawut dan tidak efektif mewujudkan tujuan hukum.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Soejono Soekanto. Peranan Ilmu Hukum Dalam Pembangunan. (Surabaya: Makalah Simposium Peranan Ilmu Hukum Dalam Pembangunan Indonesia. 1984). Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. (Bandung : Citra Aditya Bakti. 2000). G. Kartasapoetra dkk. Hukum Perburuhan Indonesia berdasarkan Pancasila. (Jakarta: Bina Aksara. 1994).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar