Skip to main content

Narkoba dalam Pandangan Hukum Islam

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 05, 2012

Secara eksplisit dari pengertian narkoba menunjukkan bahwa narkotika mempunyai manfaat, yaitu sebagai obat yang dibutuhkan di bidang medis dan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengatahuan. Namun, dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba, antara lain pada fisik, psikhis, mental, sosial, budaya, dan ekonomi. Narkoba bisa menghilangkan kesadaran dan kemampuan berpikir, dan menyebabkan terjadinya keguncangan jiwa.
Dadang Hawari mengatakan, dampak negatif yang ditimbulkan narkoba antara lain bisa menimbulkan gangguan mental/ jiwa yang dalam istilah kedokteran jiwa (psikiatri). disebut gangguan mental organik. Disebut organik karena dengan ini bila masuk ke dalam tubuh langsung bereaksi dengan sel-sel saraf pusat (otak) dan menimbulkan gangguan pada alam pikir, perasaan, dan perilaku. Hal ini kemudian memberi pertimbangan ketetapan hukum Narkoba dalam pandangan hukum Islam
Dalam pandangan hukum Islam, jenis narkoba seperti ecstasy, putaw, shabu-shabu, morphin, dan semacamnya tidak dikenal, kecuali hanya istilah hasyisy. Oleh karena itu, yang banyak diperbincangkan seputar hukumnya adalah mengenai hasyisy, kalau hasyisy dihukumkan haram, maka ecstasy, shabu-shabu, putaw, morphin, dan yang semacamnya juga haram, karena benda-benda tersebut merupakan bagian atau sama dengan narkotika. Bahkan bisa lebih daripada narkotika, karena diproduksi dan dikonsumsi sama sekali secara non-medis, artinya bukan untuk kepentingan medis dan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan narkotika yang pada dasarnya bermanfaat untuk kepentingan medis dan pelayanan kesehatan, hanya saja banyak disalahgunakan sehingga menimbulkan dampak negatif.
Hasyisy belum dikenal oleh dunia Islam termasuk pada masa Nabi saw, sementara di China, Yunani, dan India sudah mengenal dan mempergunakannya sebagai obat bius sejak ribuan tahun. Menurut Ibnu Taimiyah (728 H/1328 M), hasyisy mulai dikenal di dunia Islam pada akhir abad ke- 6 H. Sedang Al-Maqrizi (846 H/1442 M) seorang sejarawan Mesir berpendapat bahwa hasyisy dikenal pada tahun aw2al abad ke- 7 H, yaitu pada tahun 617 H. Berbeda lagi dengan Yasin al-Khatib, menurutnya bahwa hasyisy sudah dikenal di dunia Islam pada abad ke- 5 H, yakni tahun 483 H ketika munculnya gerakan Hasysyasyin yang dipimpin oleh Hasan bin Sabbah dari sekte Ismailiyah Batiniah Nizariah.
Referensi di atas, menunjukkan bahwa hasyisy dikenal oleh dunia Islam jauh setelah masa Nabi saw, sehingga tidak diperoleh keterangan mengenai kedudukan narkoba dalam pandangan hukum Islam, baik dalam nas al-Quran dan hadis Nabi saw, maupun dalam keterangan para imam madzhab terdahulu sebab benda tersebut belum dikenal pada zaman mereka.
Oleh karena itu, dalam pandangan hukum Islam, hasyisy, opiun, morphin, heroin, penetapan hukumnya adalah dengan menggunakan kekuatan ijtihad dengan mempertimbangkan sejauhmana manfaat dan mudarat yang ditimbulkan dikaitkan dengan maqashid al-syari’ah, yaitu tujuan-tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam, seperti untuk memelihara agama (muhafazhah ‘ala al-din), memelihara nyawa (muhafazhah ‘ala al-nafs), memelihara akal (muhafazhah ‘ala al-‘aql), menjaga keturunan (muhafazhah ‘ala al-nasl), dan memelihara harta (muhafazhah ‘ala al-mal). Dengan mempertimbangkan mudarat yang ditimbulkan, maka ulama mutakhir sepakat mengharamkannya, seperti Ibnu Taimiyah, Mahmud Syaltut, Abd al-Rahman al-Jaziriy (1360 H/1941 M), Ahmad Syauqi al-Fanjari, Yusuf al-Qardhawiy, Wahbah al-Zuhailiy, dan Kamil Musa.
Narkoba dalam pandangan hukum Islam, adalah haram, dengan alasan karena menimbulkan bahaya dan mudarat yang besar yang bisa mengancam dan merusak keselamatan jiwa, akal, harta, dan keturunan, serta merusak keutuhan beragama, walaupun di sisi lain mengandung manfaat tertentu. Sehubungan dengan ini agaknya relevan diterapkan kaedah: درؤ المفا سد أولى من جلب المصا لح (Menolak sesuatu yang mendatangkan kerusakan lebih dikedepankan daripada yang mengdatangkan kemaslahatan). Bahkan para ulama tersebut justru lebih menegaskan bahwa keharaman hasyisy, ganja, heroin, morphin, dan yang semacamnya seperti ecstasy, putaw, shabu-shabu, dan lain-lain adalah lebih patut dan lebih keras daripada keharaman khamr, karena dampak negatifnya lebih besar.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Al-Thibb al-Wiqa’i Terjemah oleh Ahsin Wijaya dan Totok Jumantoro “Nilai Kesehatan Dalam Islam” (Cet. I Jakarta: Bumi Aksara, 1996). Dadang Hawari, Konsep Islam Memerangi Aids & Naza, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1996). Mahmud Ahmad Najib, Al-Thibb al-Islamiy: Syifa’un bi al-huda al-Qur’an Diterjemahkan oleh Lembaga Penterjemah dan Penulis “Pemeliharaan Kesehatan Dalam Islam” (Solo: Pustaka Mantiq, 1994). Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar’iyah Fi Ishlah al-Ra’iy wa al-Ra’iyyah Diterjemahkan oleh Rofi’ Munawwar “Siyasah Syar’;iyah: Etika Politik Islam” (Cet. I Surabaya: Risalah Gusti, 1995). Mahmud Syaltut, Al-Fatawa Dirasah Li Musykilat al-Muslim al-Mu’ashir Fi Hayatihi al-Yaumiyah wa al-‘ammah Cet. III (t.tp: Dar al-Qalam, t.th.). Abd al-Rahman al-Jaziriy, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah Juz II Cet. VII (Mesir: al-Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, t.th.). Muhammad Yusuf Qardhawi, al-Halal wa al-Haram Fi al-Islam Diterjemahkan oleh Mu’ammal Hamidy “Halal dan Haram Dalam Islam” (Surabaya: Bina Ilmu, 1993). Wahbah alk-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuhu Juz VI Cet. III (Damsyik: Dar al-Fikr, 1409 H/1989 M). Kamil Musa, Ahkam al-Ath’imah Fi al-Islam Cet. I (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1407 H/1986 M). Ali Ahmad al-Nadwiy, Al-Qawa’id al-Fiqhiyah Cet. III (Damsyik: Dar al-Qalam, 1414 H/1994 M).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar