Skip to main content

Hukum sebagai a Tool of Social Engeering

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 02, 2012

Hukum pada mulanya lahir dari hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan suatu masyarakat. Selain itu, hukum biasanya pula dirumuskan dengan berdasar pada kebutuhan yang menjadi tuntutan suatu masyarakat di suatu waktu. Hal lain yang menentukan adalah kepentingan penguasa. Karena terjadi revolusi (perubahan secara radikal dan cepat), maka penguasa berganti sehingga kepentingan penguasa dengan sendirinya berganti pula, misalnya dari penguasa penjajah kepada penguasa bangsa sendiri.
Dalam kaitan ini, hukum memiliki fungsi penting pula yakni sebagai a Tool of Social Engeering (alat pengubah masyarakat). Hukum digunakan oleh orang, kelompok, lembaga (agent of change) yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk melakukan perubahan-perubahan secara sistematis sesuai dengan yang dikehendaki atau yang direncanakan. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan terencana terlebih dahulu dinamakan social engneering atau sosial palanning. Ahmad Ali juga menerima baik adanya fungsi hukum seperti ini dan hal itu diterjemahkan sebagai rekayasa sosial. Sudah barang tentu, perubahan yang dimaksud adalah perubahan ke arah pembentukan masyarakat yang lebih baik dan maju serta tentram.
Namun sebelum penggunaan hukum sebagai a Tool of Social Engeering, terlebih dahulu diperhatikan berbagai aspek nonhukum. Tujuannya adalah agar hukum yang dibuat dan dipergunakan dapat mencapai tujuan yang menjadi keinginannya. Kalau tidak, maka sebaliknya yang akan terjadi.
Menurut Adam Podgorecki yang dikutip Ahmad Ali, ada empat asas utama yang harus diperhatikan dalam memenuhi fungsi hukum sebagai a Tool of Social Engeering, yaitu :
  1. Menguasai dengan baik situasi yang dihadapi.
  2. Membuat suatu analisis tentang penilaian-penilaian yang ada serta menempatkan dalam suatu urutan hirarkhie. Analisis dalam hal ini mencakup pula asumsi mengenai apakah metode yang akan digunakan tidak akan lebih menimbulkan suatu efek yang memperburuk keadaan.
  3. Melakukan verifikasi hipotesis-hipotesis seperti apakah suatu metode yang dipikirkan untuk digunakan pada akhirnya nanti memang akan membawa kepada tujuan sebagaimana yang dikehendaki.
  4. Pengukuran terhadap efek perundang-undangan yang ada.
Hukum memang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Misalnya penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di semua sekolah dasar sejak Proklamasi Kemerdekaan sebagai ganti bahasa penjajah (Belanda dan Jepang).
Dalam menetapkan peran hukum sebagai a Tool of Social Engeering, maka hukum ditempatkan sebagai motor yang menyebarkan dan menggerakkkan ide-ide yang ingin diwujudkan suatu hukum. Jadi, bekerjanya hukum bukan hanya ditentukan oleh perundangan-undangan belaka, tetapi juga sangat ditentukan oleh aktivitas birokrasi pelaksananya. Untuk pencapaian fungsi hukum ini, lembaga legislatif hendaknya tidak memproduksi a sweeping legislation, yaitu bahwa produk hukum dilahirkan secara tergesa tanpa memperhatikan faktor-faktor nonhukum. Akibatnya, produk seperti itu tidak efektif diberlakukan.
Mungkin hal ini dapat dilihat undang-undang lain yang telah ditetapkan, tetapi masih sangat sulit diterapkan dalam upaya mendisiplinkan bangsa dalam berlalu lintas. Peraturan ini tampaknya kurang melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat sehingga terasakan oleh masyarakat suatu yang sangat memberatkan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Soerjono Soekamto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Cet. VII; Jakarta: Rajawali Press, 1994). Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Cet I: Jakarta: Chandra Pratama, 1996).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar