Skip to main content

Hukum sebagai Alat Kontrol Sosial (Tool of Social Control)

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 02, 2012

Dalam memandang hukum sebagai alat kontrol sosial manusia, maka hukum merupakan salah satu alat pengendali sosial. Alat lain masih ada sebab masih saja diakui keberadaan pranata sosial lainnya (misalnya keyakinan, kesusilaan).
Kontrol sosial merupakan aspek normatif kehidupan sosial. Hal itu bahkan dapat dinyatakan sebagai pemberi defenisi tingkahg laku yang menyimpang dan akibat-akibat yang ditimbulkannya, seperti berbagai larangan, tuntutan, dan pemberian ganti rugi.
Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sangsi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Ini sekaligus berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.
Sanksi hukum terhadap perilaku yang menyimpang, ternyata terdapat perbedaan di kalangan suatu masyarakat. Tampaknya hal ini sangat berkait dengan banyak hal, seperti keyakinan agama, aliran falsafat yang dianut. Dengan kata lain, sangsi ini berkait dengan kontrol sosial. Ahmad Ali menyebutkan sangsi pezina berbeda bagi masyarakat penganut Islam secara konsekuen dengan masyarakat Eropa Barat. Orang Islam memberikan sangsi yang lebih berat, sedangkan orang Eropa Barat memberi sangsi yang ringan saja. Dengan demikian, di samping bukan satu-satunya alat kontrol sosial, juga hukum sebagai alat pengendali memainkan peran pasif. Artinya bahwa hukum menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat yang dipengaruhi oleh keyakinan dan ajaran falsafat lain yang diperpeganginya.
Dalam pada itu, disebutkan pula bahwa fungsi hukum ini lebih diperluas sehingga tidak hanya dalam bentuk paksaan. Fungsi ini dapat dijalankan oleh dua pihak: 1) pihak penguasa negara. Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang berwujud kekuasaan negara yang dilaksanakan oleh the ruling class tertentu. Hukumnya biasanya dalam bentuk hukum tertulis dan perundang-undangan. 2) masyarakat; fungsi ini dijalankan sendiri oleh masyarakat dari bawah. Hukumnya biasa berbentuk tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial dapat berjalan dengan baik bila terdapat hal-hal yang mendukungnya. Pelaksanaan fungsi ini sangat berkait dengan materi hukum yang baik dan jelas. Selain itu, pihak pelaksana sangat menentukan pula. Orang yang akan melaksanakan hukum ini tidak kalah peranannya. Suatu aturan atau hukum yang sudah memenuhi harapan suatu masyarakat serta mendapat dukungan, belum tentu dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh aparat pelaksana yang kimit terhadap pelaksanaan hukum. Hal yang terakhir inilah yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Aparat sepertinya dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur lain yang sepatutnya tidak menjadi faktor penentu, seperti kekuasaan, materi dan pamrih serta kolusi. Citra penegak hukum masih rawan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Cet I: Jakarta: Chandra Pratama, 1996). Muhammad Abu Zahrah, Ushul ul-Fiqhi (Kairo: Darul Fikriil ‘Arabi, t.th).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar