Skip to main content

Argumen Naqli tentang Ilmu Laduni

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 14, 2012

Argumen naqli tentang ilmu Laduni adalah penjelasan kebolehan dan keabsahan ilmu Laduni. Ibnu taimiyah mengatakan bahwa persoalan Ilmu laduni menimbukan pro dan kontra. Sikap pro kemungkinan didasari dengan pengalaman kasyaf, atau pembenaran karena adanya Argumen naqli tentang ilmu Laduni. Sedangkan yang kontra, umumnya disebabkan sifat ilmu Laduni bertentangan dengan teori ilmiah.
Argumen naqli tentang ilmu Laduni dari ayat al-Quran. Manusia dilahirkan di bumi ini dalam keadaan bodoh, tidak mengerti apa-apa. Lalu Allah mengajarkan kepadanya berbagai macam nama dan pengetahuan. Allah berfirman pada Q.S. Al-Kahfi: 65 dan Q.S. An-Nahl: 78:
“Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Jika berdasar kepada pengertian ilmu Laduni secara umum dan konteks ayat tersebut, maka semua ilmu awal adalah ilmu Laduni.
Argumen naqli tentang ilmu Laduni dari hadis. Dalam hadis Imam Bukhari, Nabi Khaidlir as, berkata kepada Nabi Musa as:
“Sesungguhnya aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak mengetahuinya juga.”
Berkaitan dengan argumen naqli tentang ilmu Laduni dari terjemahan hadis tersebut Ibn al-Arabi mengatakan; dalam mengantarkan manusia untuk mengenal dirinya, dan membawanya kepada proses kesempurnaan diri, diperlukan beberapa tahap, diantaranya :
Ta’alluq, yaitu menggantungkan hati dan pikiran hanya kepada Allah. Dalam istilah lain dikenal dengan dzikir kepada Allah. Takhalluq yaitu, Takhalluq proses penyempurnaan diri melalui pengejawantahan sifat-sifat Tuhan yang Maha Mulia untuk dapat ditiru dalam sifat-sifat seorang mukmin. Tahaqquq yaitu, proses mengaktualisasikan kesadaran dan kapasitas dirinya sebagai mukmin, sebagaimana tercermin dalam proses takhaluq dan mengaplikasikannya dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Perkataan Khaidir as, mencerminkan dua posisi berbeda yang menentukan perbedaan pengetahuan seseorang (dalam konteks ini Khaidir as dan Musa as). Perbedaan tersebut menentukan bagaimana manusia ketika mengenal dirinya, dan membawanya kepada proses kesempurnaan diri, seperti tahapan Ibnu Arabi.
Argumen naqli tentang ilmu Laduni, setidaknya memberikan jawaban, bahwa Ilmu laduni adalah ilmu yang khusus diberikan oleh Allah kepada para sufi. Kelompok selain mereka, lebih-lebih ahli hadis, dan sejenisnya tidak bisa mendapatkannya. Konon, Abu Yazid al-Busthami pernah mengatakan:
“Seorang yang alim itu bukanlah orang yang menghapal dari kitab, maka jika ia lupa apa yang ia hapal ia menjadi bodoh, akan tetapi seorang alim adalah orang yang mengambil ilmunya dari Tuhannya di waktu kapan saja ia suka tanpa hapalan dan tanpa belajar.”
Argumen naqli tentang ilmu Laduni mengilustrasikan, ilmu Laduni dari kasyaf atau ilham tidak hanya milik ahli tasawuf. Setiap orang mukmin berpotensi dimuliakan oleh Allah dengan ilham. Abu Bakar ra, diilhami oleh Allah sebelum dia wafat bahwa anak yang sedang dikandung oleh isterinya adalah wanita. Dan ternyata, hal tersebut menjadi kenyataan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Qalam, t..t). Ibn hajar al-Asqalani, Fath al- Bari Jilid 8, (Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1959). Abi al-Fadli Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Juz 4 (Cet. 1; Bairut: Muassasah al-Risalah, 1996). Ibnu 'Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah Tahqiq oleh Usman Yahya (Kairo: al-Ha’iah al-Mishriyah, 1392 H/1972 M).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar