Skip to main content

Sejarah Israiliyat (Hubungan antara Islam dan Yahudi)

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 11, 2012

Sebelum Islam datang, ada satu golongan yang disebut dengan kaum Yahudi, yaitu sekelompok kaum yang dikenal mempunyai peradaban yang tinggi dibanding dengan bangsa arab pada waktu itu. Mereka telah membawa pengetahuan keagamaan berupa cerita-cerita keagamaan dari kitab suci mereka. Antara Yahudi dengan Islam terjalin hubungan yang sering diistilahkan dengan Israiliyyat.
Hubungan antara Islam dan Yahudi dimulai ketika masyarakat Yahudi banyak berdomisili di Madinah dan sekitarnya, dan telah melakukan imigrasi keJazirah Arab dalam rangka menghindari penekanan dan penindasan yang dilancarkan oleh Titus, panglima bangsa Romawi diakhir abad 1 M. Pada imigrasinya ini, mereka membawa budayanya yang banyak bersumber dari kitab-kitab agama mereka seperti Taurat yang disebut dalam al-Quran. Jadi lafadz Taurat ini banyak dipakai oleh kaum muslimin dan orang Yahudi sendiri. Dan mengistilahkannya terhadap semua kitab suci termasuk Zabur, Asfar dan Musaniyah. 
Banyaknya pertemuan antara bangsa Arab dan Yahudi dalam perjalanan dagang, meningkatkan hubungan antara Islam dan Yahudi. Seperti yang dijelaskan al-Quran bahwa orang Qurays mempunyai dua kegiatan perjalanan, pada musim dingin ke negeri Yaman dan pada musim panas ke Syam, kedua negeri inilah banyak berdiam Ahl al-Kitab yang sebagian besar adalah orang Yahudi. Yang merupakan salah satu faktor terpenting bagi masuknya pengetahuan dan kebudayaan Yahudi dijazirah Arab yang dikibatkan oleh kejahiliannya, kebudayaan Yahudi pada bangsa Arab menjadi sangat terbatas dan sempit sekali.
Setelah datangnya Islam dengan kitab sucinya yang kekal, dakwah Islam berkembang. Sesudah Rasulullah saw hijrah ke Madinah,  hubungan antara Islam dan Yahudi seperti di atas masih tetap berlangsung di mana Rasulullah saw menyiarkan agaamanya, di sekitar Madinah itulah banyak berdiam orang Yahudi seperti Bani Qainuda’, Bani Qurairah, Bani Khaibar dan Bani Fida’. Kontak ini tidak menutup kemungkinan adanya saling tukar informasi tentang berbagai masalah antara keduanya. Disadari atau tidak, terjadilah proses percampuran antara tradisi bangsa Arab dengan khasanah tradisi Yahudi tersebut. Dengan kata lain, adanya kisah Israiliyat merupakan konsekuensi logis dari proses akulturasi budaya dan ilmu pengetahuan antara bangsa Arab Jahiliyah dengan kaum Yahudi.
Di sisi lain, bahwa timbulnya hubungan antara Islam dan Yahudi (Israiliyat) adalah, pertama, karena semakin banyaknya orang-orang Yahudi yang masuk Islam. Sebelumnya mereka adalah kaum berperadaban tinggi. Tatkala masuk Islam mereka tidak melepaskan seluruh ajaran-ajaran yang mereka anut terlebih dahulu, sehingga dalam pemahamannya seringkali tercampur antara ajaran yang mereka anut terdahulu dengan ajaran Islam. Kedua adanya keinginan dari kaum muslim pada waktu itu untuk mengetahui sepenuhnya tentang seluk beluk bangsa Yahudi yang berperadaban tinggi, dimana al-Qurân hanya mengungkapkan secara sepintas saja. Dengan ini maka muncullah kelompok mufassir yang berusaha meraih kesempatan itu dengan memasukkan kisah-kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi tersebut. Akibatnya tafsîr itu penuh dengan kesimpang siuran, bahkan terkadang mendekatai khurafat dan tahayyul. Kertiga adanya ulama Yahudi yang masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab bin Akhbar, Wahab bin Manabbih. Mereka dipandang mempunyai andil besar terhadap tersebarnya kisah Israiliyyat pada kalangan Muslim. Hal ini dipandang sebagai indikasi bahwa kisah Israilyyat masuk di dalam Islam sejak masa sahabat dan membawa pengaruh besar terhadap kegiatan penafsiran al-Quran pada masa sesudahnya.
Kisah Israiliyyat semaking berkembang subur ketika masa tabi’in dan mencapai puncaknya pada masa tabi’in-tabi’in. pada masa tabi’in timbul kecintaan yang luar biasa pada kisah Israiliyyat. Mereka cenderung mengambil cerita tersebut secara ceroboh, sehingga setiap cerita yang ada hampir tidak ada yang ditolak. Mereka tidak ada yang mengembalikan cerita tersebut pada al-Quran, walupun terkadang tidak dimengerti oleh akal.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Amin al-Khulli, Manhaj al-tajdid Fi al-Tafsir, kairo: Dar al-Ma’arif, 1961. Ignaz Golziher, Mazahib al-Tafsir al-Islam, Kairo: al-Sunnah al-Muhammadiyah, 1985. Abd. Aziz Dahlan (ed) Ensiklopedi Hukum Islam, Juz III, Jakarta: Pt.Ikhtiar Baru Van Houve, 1997. Maziruddin Shiddieqiy, Konsep Qur’an Tentang Sejarah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986. Mariam Jamilah, Islam dan Orientalisme, Jakarta: Rajawali Press, 1990.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar