Skip to main content

Pengertian Akidah dalam Terminologi Ayat al-Quran

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: July 05, 2012

Sering kita mendengar kata “akidah”, bahkan mungin kita tak bosan mengucapkannya, “saya berakidah”. Apa pengertian akidah?. Mahmud Syaltut dalam mendefinisikan akidah adalah ;
العقيدة هي الجانب النظر الذي يطلب الأيمان به اولا وقبل شيئ إيمانا لا يرقي إليه شك
Artinya :
Akidah adalah suatu teori yang perlu dipercayai terlebih dahulu sebelum yang lain, di mana kepercayaan itu harus bulat dan penuh, tidak bercampur dengan keraguan.
Menurut Imam Munawwir, perdamaian akidah terdiri atas dua bagian yakni; perdamaian dalam berpikir dan perdamaian dalam soal keyakinan atau kepercayaan. Perdamaian dalam berpikir, berarti setiap orang tidak boleh memaksakan pendapat serta kehendak orang lain. Karena itulah, Islam menyeruh kepada setiap manusia untuk menggunakan pikirannya dengan sebaik-baiknya. Dalam QS. Yunus (10): 24:
Terjemahnya :
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir.
Sehingga jika di antara sebagian manusia tidak ingin mengikuti jalan akidah yang ditetapkan Islam, maka tidak boleh dipaksakan kehendaknya. Dalam QS. al-Baqarah (2): 256:
Terjemahnya :
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dengan ayat di atas, Islam mewajibkan perdamaian dalam soal kepercayaan antara pemeluk agama. Paksaan dalam agama jelas terlarang, karena ayat-ayat Alquran dengan tegas membenarkan paksaan itu sebagai alat buntuk membawa seseorang ke dalam Islam dan melarang kaum muslimin memaksa orang lain masuk agamanya.
Hubungannya kebebasan berpikir dengan perdamaian dalam akidah, maka Islam sangat mencela orang-orang yang tidak menggunakan akalnya, sehingga mereka menyembah pendeta dan paderi sebagai tuhan. Dalam QS. al-Taubah (9): 31:
Terjemahnya ;
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Ayat yang terakhir dikemukakan di atas, merupakan perumpamaan orang-orang yang tidak menggunakan akalnya sehingga memilih akidah yang sesat, yakni menyembah tuhan selain Allah. Karena itulah, bagi orang diberi kebebasan dalam memeluk akidah, tetapi harus pula berdasar pada kepercayaan sesuai hasil pemikiran yang sempurna, dengan pertimbangan akal dan bukan ikut-ikutan atau tunduk kepada hawa nafsu. Kaitannya dengan itu, kemerdekaan kepercayaan (agama) terdiri dari tiga unsur, yakni :
Pemikiran yang bebas dan tidak terikat oleh kefanatikan kebangsaan atau ikut-ikutan (taklid), syahwat atau hawa nafsu. Karena kerapkali terjadi bahwa hawa nafsu dan kefanatikanlah yang merajalela atas nama agama.
Larangan penggunaan bujukan atau paksaan untuk menarik kepada kepercayaan. Islam tidak menganggap seseorang sebagai penganut agama yang bebas, bila ia memeluk agama itu di bawah tekanan dan bujukan-bujukanh.
Beramal sesuai dengan kepercayaan dan memudahkannya bagi setiap penganut agama tanpa sesuatu penyulitan.
Maksudnya Islam melarang paksaan dan bujukan, supaya pikiran memiliki kebebasan sepenuhnya. Dalam hal ini, Islam menghormati jalan berpikir seseorang yang sesuai dengan petunjuk agama, yakni pikiran yang logis sehingga dalam mengambil keputusan selalu benar, khususnya dalam masalah akidah.
Kepustakaan:
Mahmud Syaltut, Al-Islam Aqidatu Wa Syari’ah (Cet. III; t.t. Dar al-Kalam, 1966). Imam Munawir, Sikap Islam Terhadap Kekerasan Damai Toleransi dan Solidaritas (Jakarta: Bina Ilmu, 1992).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar