Skip to main content

Pendapat Ulama tentang Hukum Asuransi

Oleh: AnonymousPada: June 22, 2012

Asuransi adalah persetujuan pihak penjamin yang berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggungi sebagai akibat suatu peristiwa yang belum terang akan terjadinya.
Dalam menghadapi masalah asuransi ini para ahli fikih kontemporer dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
Yusuf al-Qardhawi dan ‘Isa Abduh, mengharamkan asuransi secara mutlak, termasuk asuransi jiwa. Menurut mereka bahwa pada asuransi yang ada sekarang ini terdapat unsur-unsur yang diharamkan oleh Allah. Asuransi sama dengan judi, karena tertanggung akan mengharapkan sejumlah harta tertentu seperti halnya dalam judi. Asuransi mengandung ketidakjelasan dan ketidakpastian, karena si tertanggung diwajibkan membayar sejumlah premi yang telah ditentukan, sedangkan berapa jumlah yang akan dibayarkan tidak jelas. Lebih dari itu, belum ada kepastian, apakah jumlah tertentu itu dapat diberikan kepada tertanggung atau tidak. Hal ini sangat tergantung pada kejadian yang telah ditentukan. Mungkin ia akan memperoleh seluruhnya, tapi mungkin juga ia tidak memperoleh sama sekali. Asuransi mengandung unsur riba, karena tertanggung memperoleh sejumlah uang yang jumlahnya lebih besar daripada premi yang dibayarkan.
Mushthafa Ahmad Zarqa dan Muhammad Al-Bahi’, membolehkan asuransi secara mutlak tanpa kecuali, argumentasi yang dipakainya adalah; Tidak terdapat nash al-Qur’an dan Hadis yang melarang asuransi. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak. Asuransi saling menguntungkan kedua belah pihak. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Asuransi termasuk syirkat ta’awuniyyat, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong menolong.
Muhammad Abu Zahrah, membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan meng-haramkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial. Sedangkan ‘Abdullah Ibn Zaid membolehkan asuransi kecelakaan dan mengharamkan asuransi jiwa. Alasannya hampir sama dengan kelompok pertama dan kedua di atas, hanya saja ia mencari titik temu di antara keduanya.
Adapun ahli fikih yang menganggap asuransi syubhat sebab tidak ada dalil yang secara tegas mengharamkannya dan tidak ada pula dalil yang me-larangnya.
Uraian tersebut, menjadi bahan referensi, bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hukum asuransi. Atau dengan kata lain, masalah asuransi adalah masalah khilāfiyah, ada yang pro dan kontra. Sekaitan dengan itu, penulis perlu merumuskan status hukum asuransi secara tepat dan akurat melalui kajian ijtihādi.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Undang-undang Hukum Dagang, dalam pasal 246. Wirjono Prodjodikoso, Hukum Asuransi di Indonesia (Jakarta: PT. Intermas, 1986). Marzuki Rasyid, Asuransi Ditinjau Menurut Hukum Islam dalam “Berita Resmi Muhammadiyah” (Yogyakarta: 1989). Muhammad Muhammad Muslihudiin, Insurance and Islamic Law (Lahore; Islamic Publication Limited, 19690. Faishal Manlawi, Nizām al-Ta’nibi wa Mawqif al-Syari’at Minhu (Bairūt: Dār al-Irsyād, 1988). Abd. al-Hamīd al-Hakīm, al-Bayān fī ‘Ilm al-Ushūl (Bandung: Angkasa, 1989). Abu ‘Abdullah bin Mugīrah al-Bardizbah al-Bukhāriy, Shahih al-Bukhāri dalam “CD Rom Hadis”, kitab al-Wisāyah nomor 2537.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar