Skip to main content

Sejarah Perkembangan Ahmadiyah dalam Peta Dunia Islam

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: April 23, 2012

Pertumbuhan dan perkembangan Ahmadiyah dalam peta dunia Islam pada dasarnya dapat dibagi atas tiga fase, yaitu fase kebangkitan, fase ujian, dan perluasan daerah pengaruhnya, yang secara singkat diuraikan berikut :
Pertama, fase kebangkitan (1880-1990). Pada fase ini Mirza Ghulam Ahmadi mulai aktif menangkis serangan-serangan kaum propogandis dari berbagai pihak, terutama serangan kaum Hindu dan kaum Missionaris Kristen terhadap Islam. Di samping ia dan para pengikutnya aktif melakukan gerakan dakwah. Di saat yang sama, ia menyatakan dirinya sebagai mujaddid atau renovator abad ke-14, karena ia merasa telah ditunjuk oleh Tuhan untuk mempertahankan Islam.
Ketika itu, Mirza Ghulam Ahmadi mengakui dirinya sebagai penjelmaan Isa al-Masih yang menerima wahyu secara berulang-ulang dan berkesinambungan. Karena demikian halnya, justru muslim Sunnī sebagai komonitas terbanyak sebagaimana yang telah dikemukakan, menentang keberadaan Mirza Ghulam Ahmadiyah tersebut, sehingga ia dituduh pembawa bid'ah dan karenanya ia dan pengikutnya dikucilkan dari komunitas muslim dan bahkan dipandang telah keluar dari Islam. Dengan kenyataan ini, maka Ahmadiyah menghadapi gelombang permusuhan yang dasyhat terutama dari intern umat muslim sendiri. Sebagai konesekuensinya pendiri Ahmadiyah memikirkan nasib para pengikutnya yang dikenal dalam masyarakat sebagai golongan Mirzais atau Qadianis. Hasil pemikirannya itu menghasilkan kesimpulan bahwa pahamnya harus didakwakan secara sembunyi-sembunyi pada tahap atau pada fase awal kebangkitannya
Kedua, fase ujian (1900-1908) bagi jemaat Ahmadiyah. Pada fase ini, Ahmadiyah telah berani mengembangkan pahamnya secara terang-terangan, dan secara berani mendakwahkan bahawa Mirza Ghulam Ahmadiyah sebagai "nabi" dan menghormatinya seperti layaknya seorang rasul Tuhan. Dalam perkembangan dakwahnya, ia pun mengaku tidak hanya sebagai nabi tetapi juga al-Masih. Sebagai akibatnya, maka tantangan sengit bukan saja datang intern Islam tetapi juga dari pihak Kristen.
Hal itu menjadi ujian berat bagi Ahmadiyah, apakah pahamnya mampu bertahan dengan tantangan tersebut, sampailah pada saat ketika pendirinya meninggal akibat tekanan dari berbagai pihak keutuhan dan kesatuan Ahmadiyah terpecah. Sebab perpecahan itu adalah pada masalah khalifah (pengganti pimpinan). Pada gilirannya, tampillah Maulawi Nuruddin menggantikan Mirza Ghulam Ahmad, namun ia tidak diakui oleh semua pengikut Ahmadiyah, kecuali hanya sedikit saja di antara mereka. Akhirnya, pemimpin baru muncul yakni Maulana Muhammad Ali setelah wafatnya Maulawi Nuruddin. Dengan kepemimpinan Maulana Muhammad Ali tampak pengikut Ahmadiyah lebih agresif lagi dan terus mengalami perkembangan.
Ketiga, fase perluasan daerah dan pengaruhya (1908-sampai sekarang), di mana dalam masa ini terutama pada tahun 1914 terpecahlah Ahmadiyah menjadi dua sekte, yakni Ahmadiyah Qadiani, dan sekte Ahmadiyah Lahore. Sekte pertama berkeyakinan bahwa kenabian tetap terbuka sesudah Muhammad saw, tetapi mereka menganggap bahwa pemimpin Ahmadiyah tiada lain adalah mujaddid saja, tidak sama persis dengan kedudukan Muhammad saw. Yang kedua, berkeyakinan bahwa Maulawi Muhammad Ali adalah nabi dan rasul yang berpusat di Lahore.
Walaupun Ahmadiyah terpecah menjadi dua sekte dan sulit untuk bersatu, namun kedua sekte ini sangat aktif dan intensif dalam usaha mewujudkan cita-cita kemahdiannya, terutama di kalangan masyarakat Kristen Barat. Pengikut masing-masing sekte mendirikan mesjid-mesjid sebagai pusat kegiatan, menterjemahkan Al-Quran berikut komentar-komentarnya ke dalam bahasa Asing. Di samping itu Ahmadiyah tampaknya juga aktif mendirikan berbagai lembaga pendidikan serta pusat-pusat kesehatan di berbagai tempat di kawasan Asia dan Afrika. Sebagaimana diketahui, Ahmadiyah masuk ke Indonesia pada tahun 1924 dibawa oleh dua orang muballig yaitu Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad. Mereka memulai kegiatannya di Yogyakarta. Setahun kemudian yaitu tahun 1925, Ahmadiyah Qadian menyusul dibawa oleh seorang muballignya bernama Rahmad 'Ali H. A. O.T, dan mulai mendakwahkan ajarannya di Padang. Kedua sekte tersebut berlomba menanamkan pengaruhnya, dan rupanya mendapat tanggapan positif dari masyarakat dan mendapat kesuksesan dalam misinya.
Referensi Makalah®
*Berbagai Sumber
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar