Skip to main content

Pandangan Ali Abd. Raziq tentang Khilafah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: March 26, 2012

Istilah Khilafah berasal dari kata khalafa, yang artinya menggantikan. Menggantikan orang lain karena gaibnya (tidak ada ditempat) orang yang akan digantikan atau karena meninggal dunia, atau karena dia tidak mampu.

Setelah wafatnya Rasulullah, muncullah beberapa orang sahabat yang menggantikan posisinya sebagai penerus dalam urusan kedunian dan urusan keagamaan, maka lahirlah lembaga khilafah. Timbul perdebatan mengenai wajib tidaknya didirikan khilafah dengan asumsi, apakah khilafah itu merupakan persoalan duniawi atau merupakan keharusan agama ?
Menurut Ali Abd Raziq, khilafah merupakan suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan tertinggi dan mutlak berada pada seorang kepala negara/pemerintah dengan gelar khalifah, pengganti Nabi Besar Muhammad, dengan kewenangan untuk mengatur kehidupan dan urusan umat, baik mengenai keagamaan maupun kedamaian yang hukumnya wajib bagi umat untuk patuh dan taat sepenuhnya. Hal yang sangat kontroversial dikalangan umat pada saat itu ketika Ali Abd Raziq mengemukakan bahwa tidak ada dasar yang kuat yang dapat diperpegangi oleh umat Islam untuk mempunyai khalifah, baik dalam al-Qur’an, hadis maupun dalam ijma. Karena itu ia tidak sependapat dengan pandangan ulama yang mengatakan bahwa mendirikan khilafah atau lembaga khilafah merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam, dan karenanya berdosa bila tidak dilaksanakan.
Ali Abd Raziq mengajukan argumennya sebagaimana kebanyakan ahli tafsir, kata ulil amri menurutnya adalah para tokoh umat Islam semasa hidup Nabi dan sesudahnya yaitu para khalifah, para hakim, para panglima, dan bahkan para ulama. Dengan kata lain ayat tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk menetapkan bahwa pendirian khilafah merupakan hal yang wajib.
Dari sisi hadis Nabi juga tidak terdapat petunjuk yang tegas untuk menyanggah pendapat Ridha tersebut. Tetapi Nabi memang pernah menyatakan bahwa pimpinan itu agar dari suku Quraisy, bahwa barang siapa yang telah berbuat atau menyatakan kesetiaan kepada pemimpin hendak dia selalu mematuhi segala perintahnya, selama tidak diperuntukkan untuk melakukan maksiat. Tetapi ucapan-ucapan nabi tersebut tidak dapat diartikan bahwa Islam mewajibkan ummatnya mendirikan khilafah.
Sementara dalam hal ijma, walau Ali Abd Raziq mengakui Ijma sebagai sumber ketiga hukum Islam setelah al-Quran dan al-Hadist, namun dalam hal pengangkatan penguasa mulai dari Abu Bakar, khalifah pertama, sampai pada masa Ali Abd Raziq sendiri tidak pernah dilakukan dengan cara ijma, yaitu dengan cara aklamasi umat Islam. Menurutnya, hampir semua khalifah dari zaman ke zaman dinobatkan dan dipertahankan dengan kekuatan fisik dan ketajaman senjata, kecuali beberapa saja, seperti Abu Bakar, Umar, dan Usman.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Lous Ma’luf, al-Munjid fi al-lugh wa al-A’lam, (Beirut: Darul Masyriq, 1992). Ahmad Hasan Firhat, Khilafah Fil al-Ardh, Pembahasan Kontekstual, (Jakarta: Cakrawala Persada, 1992). Abdul Sani, Lintasan sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998). Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1993).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar