Skip to main content

Biografi KH. Ahmad Dahlan

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: March 15, 2012

Ahmad Dahlan lahir pada tahun 1868 dari sebuah kelurga muslim tradisional yang berdomisili di Kauman, sebuah kampung yang sangat religius di Yogyakarta. Kampung ini terletah di samping istana sultan Yogyakarta, dan sangat dikenal sebagai kampung yang dihuni oleh keluarga muslim yang kuat rasa keagamaannya,1 dengan nama Muhammad Darwisy. Ayahnya bernama Kyai Haji Abu Bakar, imam dan khatib Mesjid Besar Kauman. Sedangkan ibunya bernama Siti Aminah binti Kyai Haji Ibrahim.2 Dengan didukung oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya, maka sangatlah wajar jika semasa kecilnya ia banyak diberikan pelajaran dan pendidikan agama.
Ahmad Dahlan yang merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara, sejak kecil telah menunjukkan sosok seorang pribadi yang cerdas dan mempunyai pembawaan gemar memperdalam agama Islam. Adapun saudara-saudaranya yaitu Nyai Ketib Harum, Nyai Muhsin (Nyai Nur ), Nyai Haji Saleh, Nyai Abdurrahim, Nyai Muhammad Fakih dan Basir.3
Mengenai peralihan namanya dari darwisy menjadi Ahmad Dahlan, dalam hal ini terdapat beberapa pendapat. pertama mengatakan bahwa seperti yang dilakukan pada umumnya jamaah haji yang baru kembali dari tanah suci, ia mengganti namanya menjadi Haji Ahmad Dahlan, yang diambil dari seorang mufti yang terkenal dari mazhab Syafi’i di Mekah, yaitu Ahmad bin Zaini Dahlan. Pada versi lain mengatakan bahwa peralihan itu terjadi pada saat belajar pada Syeh Ahmad Khatib, pada saat itulah beliau mengganti namanya secara resmi menjadi Haji Ahmad Dahlan, dan sejak itu pula dia dikenal dengan nama tersebut.4
Pada tahun 1902 untuk kedua kalinya ia menunaikan ibadah haji. Kesempatan itu selain digunakan untuk berhaji juga untuk lebih memperluas ilmunya dengan menelaah kitab-kitab dari Mesir, yang amat digemari dan menarik hatinya ialah Tafsir Muhammad Abduh. tafsir ini memberikan cahaya terang dalam hatinya serta membuka akalnya untuk berfikir jauh ke depan tentang keadaan dan nasib umat Islam di tanah airnya. Seorang alim yang telah menetap di Mekkah sejak tahun 1890 bernama K.H. Baqir yang juga berasal dari Kauman dan masih ada hubungan keluarga dengan dia, banyak membantu memberikan petunjuk dan pelajaran yang amat berguna. Dengan perantaraan K.H. Baqir itulah dia dapat bertemu serta berkenalan dengan Rasyid Ridha yang kebetulan sedang berada di Tanah Suci. Keduanya sempat bertukar fikiran sehingga cita-cita pembaharuan meresap ke hati sanubarinya.5 Keterpengaruan secara intelektual tersebut dan semangat (spirit) yang terkandung dalam tulisan-tulisan itu ataupun secara langsung yang diperolehnya, walaupun berlangsung secara perlahan-lahan, Ahmad Dahlan melakukan pembaharuan pemikiran keislaman.
Sekembalinya dari Mekah, ia mendapatkan sebutan Kyai dari masyarakatnya, dan sejak itu di mana-mana ia dikenal dengan nama kyai Haji Ahmad Dahlan dan juga diangkat oleh Sri Sultan menjadi Khatib Mesjid Besar Kauman Yogyakarta, dengan dianugrahi gelar khatib Amin.6 Disamping itu ia juga berdagang batik. sambil berdagang dia juga aktif melakukan dakwah di tempat-tempat yang disinggahinya.
Dengan maksud untuk lebih menyebarluaskan pemberian pelajaran agama, maka pada tahun 1909 Ahmad Dahlan masuk menjadi anggota Budi Utomo. Dengan harapan bahwa dengan jalan ini dia dapat menjadi guru agama di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah dan juga di kantor-kantor pemerintahan.7 Tampaknya usaha Ahmad Dahlan ini berhasil, dengan diangkatnya menjadi guru agama pada sekolah rakyat pemerintahan (Kweekschool) di Jetis dan sekolah pamong praja (OSVIA ) di Mangelang.
Kepustakaan:
[1] Solichin Salam, K. H. Ahmad Dahlan : Cita-cita dan Perjuangannya (Jakarta: Depot Pengajaran Muhammadiyah, 1962) h. 5
[2] M. Yusron Asrafie, K. H. Ahmad Dahlan Pemikiran dan kepemimpinannya (Yogyakarta: Penerbit Yogyakarta, 1983) h. 21
[3] Ibid.
[4] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia,( Jakarta: Rajawali Pres, 1995), h. 95
[5] lihat Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam ( Cet. I ; Jakarta: Rajawali Persada, 1996) h. 115
[1] Deliar Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES , 1980) h. 99
[6] H. Djarnawi Hadikusuma, Aliran Pembaharuan Islam; Dari Jamaluddin al-Afghani sampai K.H. Ahmad Dahlan (Cet. III; Yogyakarta: Persatuan, t.th). h. 66
[7] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 201
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar