Skip to main content

Strategi Gerakan Zionisme Internasional

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 03, 2012

Gerakan zionisme Internasional sebenarnya telah tergambar pada tulisan sebelumnya. Yang paling panting, langkah yang ditempuh adalah :pembelian tanah untuk para migran Yahudi, kemudian membuat orang Arab-Palestina tidak betah tinggal di Palestina, dan yang terakhir mengusir penduduk Arab-Palestina melalui terorisme. Untuk mendukung gagasan program migrasi orang Yahudi ke Palestina dan menyediakan tanah bagi mereka, maka dibentuklah beberapa lembaga keuangan, seperti:
The Jewish Colonial Trust, the Anglo-Palestine Company, the Anglo-Palestine Bank, dan the Jewish National Fund. Ketika Kongres Bazel pada 1897 berlangsung, bangsa Arab-Palestina mencapai angka 95%, dan mereka menguasai 99% dari tanahPalestina.
Setelah kegagalannya dengan Sultan Abdul Hamid II, setahun setelah Kongres Zionisme Internasional ke-1 di Bazel, pada tahun 1898, Theodore Herzl mengalihkan perhatiannya kepada Jerman dan Kaizer Wilhelm IIyang memiliki ambisi ke Timur Tengah. Theodore Herzl secara ketus memberi-tahukan orang Jerman, “Kami membutuhkan sebuah protektorat, dan Jerman kami anggap paling cocok bagi kami. Ia mengemukakan bahwa para pemimpin Zionisme adalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Jerman. Jadi sebuah negara Yahudi di Palestina akan memperkenalkan budaya Jerman ke wilayah tersebut. Namun Kaizer menolak usul Theodore Herzl, sebab utamanya, ia tidak ingin menyinggung perasaan kesultanan Usmaniyah, yang merupakan langganan utama produk persenjataan Jerman, atau membuat murka kaum Kristen di dalam negeri.
Bangsa Arab-Palestina secara khusus menentang tuntutan Zionisme yang didasarkan pada dalih bahwa orang Yahudi mempunyai hak atas Palestina hanya karena mereka pernah hidup dua millenia yang silam. Khalidi mencatat bahwa klaim kaum Zionis atas Palestina tidak dapat dilaksanakan mengingat tanah Palestina telah berada di bawah kekuasaan Islam selama tiga-belas abad terakhir dan bahwa orang muslim dan Kristen memiliki kepentingan yang sama mengingat tempat-tempat suci yang ada.
Ketika Istambul memutuskan pada tahun 1901 untuk memberikan penduduk asing, yang pada intinya bermakna imigran baru Yahudi, hak yang sama untuk membeli tanah, sekelompok tokoh-tokoh terkemuka Arab-Palestina mengirim sebuah petisi ke ibukota Utsmaniyah memprotes kebijakan itu. Di pihak Theodore Herzl tanpa mengenal putus-asa ia memalingkan mukanya ke Inggeris. Itu dilakukannya pada tahun 1902. Disini ia menemukan lahan yang subur, yakni dengan memanfaatkan tradisi di kalangan Kristen Protestan dan para penulis Inggeris sepanjang dua abad sebelumnya untuk mendukung “kembalinya orang Yahudi ke Palestina”, tradisi ini juga bergerak ke Amerika Serikat. Lagi pula kepentingan Inggeris tentang keamanan Terusan Suez sebagai urat-nadi ke jajahan-jajahannya di Timur Jauh telah menggiringnya untuk merebut Mesir pada tahun 1882, dan pengamanan Terusan Suez tetap merupakan fokus kepentingan London di wilayah tersebut. Sebuah koneksi penting telah terjalin dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintahan Inggeris, suatu hubungan yang diramalkan Theodore Herzl dengan tepat, bahwa pada suatu saat akhirnya kelak akan membawa hasil yang nyata. Sebelum meninggalnya pada tanggal 3 Juli 1904 Theodore Herzl berkata kepada seorang kawan, “Anda akan lihat waktunya akan tiba, Inggeris akan melakukan apa saja yang ada dalam kekuasaannya untuk menyerahkan Palestina kepada kita untuk berdirinya suatu negaraYahudi”.
Sesudah ini ambisi kaum Zionis difokuskan semata-mata pada Palestina sebagai tempat bagi negara Yahudi yang diharapkan.Masyarakat Palestina tidak banyak mengetahui langkah-langkah yang ditempuh Theodre Herzl selama itu. Hubungan antara orang Arab-Palestina dengan orang Yahudi secara umum tetap cukup bersahabat sampai dengan Revolusi Turki Muda pada 1908. Menurut sejarawan Neville J. Mandel, “Menjelang malam Revolusi Turki Muda … sentimen anti-Zionisme pada masyarakat Arab belum nampak. Sebaliknya, memang ada keresahan berkenaan dengan makin meluasnya masyarakat Yahudi di Palestina, dan penentangan yang kian meluas terhadap hal itu”.
Sebagian besar ketidak-pedulian masyarakat Arab-Palestina, sehinga Zionis berhasil menekankan bahwa permintaan mereka hanya tanah dan hubungan persahabatan, sambil tetap menutup rapat tentang tujuan yang sesungguhnya yaitu mengusir orang Arab-Palestina dari negerinya.
Disamping itu kaum Zionis menekankan betapa manfaat yang akan didapat oleh masyarakat Arab-Palestina dan kesultanan Usmaniyah dengan kehadiran imigran Yahudi yang baru, karena akan membawa serta bersama mereka modal, ilmu pengetahuan, dan hubungan dengan jaringan internasional.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Walid Khalidi, ed. ‘From Haven to Conquest : Readings in Zionisme and Palestine Problem Until 1948’, Washington, DC.: Institute for Palestine Studies,2nd Edition, 1987.Desmond Stewart, ‘Theodor Herzl’,,London : Hamish Hamilton, 1974. L.M.C. van der Hoeven Leonhard, ‘ Shlomo and David : ‘Palestine 1907’ , in Khalidi.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar