Skip to main content

Pendapat Ali Abd. Raziq Tentang Pemerintahan Islam

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 28, 2012

Berangkat dari pandangan Ali Abd. Raziq tentang sistem kekhalifaan Islam sebenarnya tidak ada karena tidak pernah disinggung secara langsung oleh nas-nas al-Quran maupun hadis. Islam tidak menentukan pola suatu pemerintahan secara mutlak. Selama ini sistem politik yang berjalan menurut Ali Abd Raziq hanya didasari kepentingan kekuasaan semata. Bukan didasari oleh Islam. Oleh karena itu, umat Islam bebas memilih bentuk pemerintahan apakah konstitusional atau kekuasaan mutlak, apakah republik ataukah diktator.
Ali Abd. Raziq menyimpulkan uraiannya tentang Islam dan Pemeritahan dengan menyatakan bahwa nabi besar Muhammad Saw adalah semata-mata seorang Rasul untuk mendakwakan agama tanpa maksud untuk mendirikan negara. Nabi tidak mempunyai kekuasaan duniawi; negara ataupun pemerintahan. Nabi tidak mendirikan kerajaan dalam arti politik atau sesuatu yang mirip dengan kerajaan. Dia adalah Nabi semata seperti halnya nabi-nabi sebelumnya. Dia bukan raja, bukan pendiri negara dan tidak pula menyuruh ummat untuk mendirikan kerajaan duniawi.
Hal lain yang menunjukkan paham politik Ali Abd. Raziq yang mengundang cukup banyak kelemahan seperti halnya ia mengakui nabi dahulu melakukan banyak hal yang lazim dilakukan oleh raja dan kepala negara, seperti mengadili sengketa, menjatuhkan pidana, menyatakan perang, mengangkat komandan ekspedisi militer serta berbagai macam penguasa di wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan, seperti hakim dan penanggung jawab pengumpulan zakat-zakat dan pungutan lain. Tetapi menurut dia, penyelenggaraan pemerintahan pada zaman nabi dan tidak mengikuti suatu pola tertentu atau bukuyang tidak sempurna. Hal lain yang kedengaran aneh, Ali Abd. Raziq mengemukakan bahwa pada zaman Nabi tidak terdapat system pengelolaan keuangan dan kepolisian “sebagaimana lazimnya suatu negara. Padahal diketahui bersama pada masa Nabi diselenggarakannya tugas-tugas pemerintahan dengan cara yang amat sederhana tanpamengikuti pola tertentu dan maju tidak berarti bahwa tidak ada pemerintahan pada waktu itu. Ketidak konsistenan Ali Abd. Raziq juga terlihat ketika mengatakan bahwa negara yang di kepalai oleh Abu Bakar sepeninggal Nabi merupakan suatu negara baru dan suatu organisasi politik, padahal cara-car pengelolaan negara pada zaman Abu Bakar, bahwa banyak berubah daripada saat Nabi yang memerintah.
Tampaknya Ali Abd Rasiq kurang memahami buah pemikiran politik Barat. Dia banyak mengemukakan tentang asal usul kekuasaan kepala negara yang diambil; dari dua aliran yakni aliran Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa kekuasaan raja datang dari Tuhan atau mandat Ilahi, sedangkan keduanya datang dari John Locke yang menyatakan bahwa kekuasaan raja datang dari rakyat melalui kotra sosial.
Pemahaman tersebut di atas jelas keliru, oleh karena Thoma Hobbes justure menolak gagasan bahwa kekuasaan raja berasal dari Tuhan. Memang Hobbes melihat kekuasaan raja itu absolut atau mutlak dan tidak bertanggung jawab pada siapapun tetapi haknya yang absolut itu di dapatkan melalui kontrak sosial. Sedangkan bagi Jhon Locke, kontrak sosial adalah suatu kontrak sesama rakyat, dan raja tidak ikut, atau bahkan merupakan suatu pihak dari kontrak tersebut. Hanya dari kontrak ini rakyat sepakat untuk mengangkat seorang raja yang kemudian kepadanya rakya menyerahkan segala haknya termasuk kebebasan, kepada raja dengan imbalan bimbingan, pimpinan dan perlindungan karena raja bukan salah satu pihak dari kontrak tersebut, maka dia tidak terikat oleh perjanjian itu.
Dalam kesimpulannya mengenai Nabi Muhammad bahwa ia adalah Nabi semata seperti halnya para Nabi sebelumnya, sedangkan pada bagian lain dalam Islam wa ushulul hokum, menyatakan bahwa walaupun sebagian besar dari para Nabi sebelum Muhammad adalah nabi-nabi semata, tetapi terdapat juga nabi-nabi yang pada waktu yang sama juga menjadi maju atau kepala negara. Lain dari pada itu untuk mendukung pendapatnya tentang pemisahan antara agama dan negara, Ali Abd. Raziq juga mengutip ucapan yang terkenal dari Isa al-Masih: “Berikan kepada Kaisar apa hak kaisar dan berikan kepada Tuhan apa hak Tuhan.tetapi tampaknya dia lupa bahwa konteknya saat itu, petunjuk itu dikeluarkan karena penganut Al-Masih merupakan rakyat terjajah di bawah dominasi penguasa asing dan penganut kebudayaan yang berbeda.
Pandangan liberal yang dikedepankan mendapat kecaman keras dari umat Islam saat itu. Karena sebagaimana lazimnya dipahami bahwa Islam yang dibawa nabi merupakan agama wahyu, bagi setiap muslim menjadi kerangka acuan paripurna untuk seluruh kehidupannya. Termasuk masalah pemerintahan. Syariah merupakan sistem hukum yang memerlukan kekuatan untuk diterapkan, yang dapat mengatur semua itu hanya negara dalam hal ini adalah pemerintah. Argumen Ali Abd Raziq tersebut tidak dapat diperpegangi, karena pernyataan agama dan negara (din wa daulah) dimaksudkan mempunyai tujuan ganda yang dipukul, yaitu menjamin keyakinan dan merupakan terpenuhinya kepentingan rakyat. Tetapi, kedua tujuan ini bukanlah tujuan akhir, melainkan merupakan tujuan antara, untuk mencapai kebahagian di akhirat.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Abd. Wahab al-Affandi, Who Need an Islamis State, Diterjemahkan oleh Amiruddin ar-Rani dengan judul Masyarakat Tak Bernegara, yogyakarta: LKIS, 1991. Amin Rais, Cakrawala Islam, antar Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1987.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar