Skip to main content

Konsep Wanita Sebelum dan Sesudah al-Quran Diturunkan

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 11, 2012

Al-Quran mempergunakan beberapa lafazh yang mempunyai arti wanita, lafazh tersebut adalah:
1. الـنـسـاء, lafazh ini disebut dalam al-Quran sebanyak 40 kali, yang artinya berakhirnya sesuatu, atau berakhir dari segi waktu, dari kedua arti ini ditujukan kepada kaum wanita bila berakhir masa iddahnya dan diharapkan kehamilannya, lafazh ini juga adalah bentuk jamak taksir dari إمـرأة.
2. إمـرأة , lafazh ini disebut dalam al-Quran sebanyak 24 kali dalam bentuk mufrad, 2 kali dalam bentuk mutsanna.
3. نـسـوة , lafazh ini sama dengan الـنـسـاء , yang hanya 2 kali disebutkan dalam al-Quran.
4. Di samping itu al-Quran juga mempergunakan lafazh-lafazh muannats dalam memberikan pengertian wanita seperti الـمسـلـمـات ، الـمـؤمـنـات dan lain-lain.
Dari lafazh-lafazh tersebut lafazh الـنـســاء lebih banyak kali disebut untuk menunjukkan penting dan mendesaknya sikap Islam dalam menghormati dan menetapkan hak-hak kaum wanita.
Wanita sebelum datangnya al-Quran; yakni pada masa jahiliyah, mereka dipandang rendah,hina dan tidak mempunyai nilai di tengah-tengah keluarga dan masyarakat, ia tidak diberi hak, dan penghormatan, ia hanya menjadi pelampiasan hawa nafsu belaka dari pihak laki-laki. Umar bin Khattab menuturkan kejelekan sifat-sifat Arab jahiliyah, sebagai berikut:
كـنـا فى الـجـاهـلـيــة لا نـعـتـد بـالـنـســاء ولا نــدخـلـهـن فى شـيئ من أمـورنـا بـل كـنـا ونحن بـمـكـة لا يـكـلـم أحـدنـا امـرأتـه إذا كـانـت لـه حـاجـة سـفـع بـرجـلـيـهـا ... فـقـضى مـنـهـا حـاجـتـه.
Karena pandangannya Arab jahiliyah begitu jelek, hina dan rendah sehingga ia sangat membencinya dan tidak segan-segan mengubur hidup-hidup. al-Quran melukiskan perbuatan Arab jahiliyah itu dengan nada amat mencela:
وإذا بـشـر احـدهـم بـالأنـثى ظـل وجـهـه مـسـودا وهو كـظـم، يـتـوارى من الـقـوم مـاسـوء مـا بـشـر بــه ايـمـسـكـه على هون ام يـدسـه فى الـتراب الاسـاء مـا يـحـكـمـون.
وإذا الـمـودودة سـئـلـت، بـإي ذنب قـتـلـت.
Demikianlah ungkapan al-Quran tentang kekejian, kedahsyatan dan kengerian kebiasaan mengubur hidup-hidup anak wanitanya. Kebiasaan ini dilakukan karena:
خـشـيـة الـوقـوع فى الـعـار، إذا شـذت اخـلاقـهـا وارتـكـبـت الـسـوء. إذا وقـعـت فى الـسبي واخـذهـا الـحـدوعـهـوة فـاصـبـحـت فـريـبـسـة بـين يـديـه. خـسـيــة الـفـقــر والامـلاق.
Di zaman jahiliah, wanita bagaikan barang warisan bagi seorang laki-laki pemiliknya. Ia dapat diwariskan begitu saja kepada saudara sang pemilik yang meninggal dunia. Keluarga almarhum suami dari pihak ayah bisa saja mengawinkan si wanita dengan salah seorang di antara mereka atau dengan siapa saja yang mereka suka, mereka bisa juga mencegahnya kawin lagi, agar ia tidak membawa pergi harta suaminya, dan dengan demikian harta warisan tetap menjadi milik keluarga mereka. Dan anak yang menjadi pewaris rumah ayah adalah anak-anaknya yang laki-laki. Sedangkan anak wanita tidak mendapat apa-apa, kecuali bila ada belas kasihan saudara-saudaranya, ia dapat hidup di bawah perlindungan mereka. Dari kenyataan ini menunjukkan bahwa wanita pada masa itu tidak mempunyai hak sama sekali, wanita diperlakukan sewenang-wenang oleh kaum laki-laki, mereka dikuasai dan tidak mempunyai kebebasan untuk berbuat.
Pada masa jahiliyah di negara Arab terdapat bermacam- macam kultur perkawinan yang merusak sendi-sendi moral yaitu:
  1. Poliandry; Seorang wanita dipersembahkan kepada banyak laki-laki, baik secara resmi maupun dengan cara lain, Anak yang dilahirkan diserahkan kepada salah satu mereka yang mau.
  2. Istibda; Seorang suami mengizinkan isterinya digauli oleh laki-laki tertentu seperti para penguasa dan pejabat tinggi yang pemberani dan terhormat, agar para isteri mendapat keturunan seperti dia.
  3. Ittikhazh al-Akhdam wa al-Saffah; Sistem perkawinan tidak legal dengan wanita-wanita lain selain isteri seperti meng- ambil wanita lacur secara terang-terangan (al-Saffah), gundik-gundik atau pacar (al-Akhdam) sebagai teman berkencan dan lain-lain.
  4. Mut’ah; Sistem pernikahan mut’ah disebut pernikahan sementara, Syi'ah sekte Imamiyah memperbolehkan hal yang sama bagi orang-orang Islam.
  5. Mubadalah; Dua orang suami sepakat menukar masing- masing isteri untuk yang lain di antara keduanya.
Dari sistem-sistem perkawinan di atas menunjukkan berlakunya budaya pemilikan atau penguasaan wanita oleh pihak laki-laki, dia diberlakukan sebagaimana hewan dan binatang serta barang.
Wanita Setelah Datangnya al-Qur'an
Telah disinggung bahwa, wanita sebelum datangnya al-Quran berada pada posisi yang mengerikan, akibat tidak diberikannya wewenang untuk hidup yang layak dan terhormat, tidak diberikan kesempatan untuk berkreasi dan menuntut hidup. Setelah datang Nabi Muhammad saw. membawa wahyu Ilahi, barulah mulai mendapat/memperoleh kehormatan di mana al-Quran memberikan status yang sama dengan laki-laki dalam banyak hal, namun pada hal-hal tertentu laki-laki mendapat keutamaan daripada wanita karena kodrat menghendaki demikian.
Al-Quran memberikan informasi bahwa, kaum wanita dan kaum laki-laki berasal dari satu jenis, Adam. Dan manusia tiada bisa berkembang tanpa adanya dua jenis mekhluk Allah tersebut. Firman Allah:
يـاأيـهـا الـنـاس إنـا خـلـقـنـاكـم من ذكـر وأنـثى وجـعـلـنـكـم شـعـوبـا وقـبـائـل لـتـعـارفـوا إن أكـرمـكـم عـنـد الله أتـقـاكـم إن الله عـلـيـم خـبـير.
يـاأيـهـا الـنـاس اتـقـوا ربـكـم الّـذي خـلـقـكـم من نـفـس واحـدة وخـلـق مـنـهـا زوجـه،ا وبـث مـنـهـا رجـالا كـثـيرا ونـسـاءا واتـقـوا الله الّـذي تـسـاءلـون بــه والأرحـام إن الله كان عـلـيـكـم رقـيـبـا.
Dari ayat tersebut mengandung pengertian bahwa antara wanita dan laki-laki tidak boleh saling memandang enteng dan saling merendahkan, akan tetapi hendaknya saling menghargai dan saling menghormati, karena antara keduanya mempunyai kelebihan sehingga antara keduanya saling membutuhkan. Jadi al-Quran datang membebaskan kaum wanita dari belenggu kehinaan dan kerendahan dengan mengangkat derajatnya, sehingga ia merasa aman dan tenteram karena ia telah memperoleh hak dan menjalankan kewajibannya dengan baik.
Kepustakaan :
Fuad Abd Al-Baqi, Al-Mu`jam al-Mufahrasli al-Fazh Al-Qur`an Al-Karim, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th. Ahmad bin Faris, Mu`jam Maqayis Al-Lughat, Juz V, Dar al-Fikr, 1979. Al-Raghib Al-Asfahani, Mu`jam Mufradat al-Fazh al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1972. Ahmad Warson, Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak, 1984. Muhammad Ali Qutub, Fa«lu Tarbiyat Al-Banati Fi Al-Islam, Qairo: Maktabah Al-Qur’an, t.th. Surah Al-Nahl ayat 58-59. Surah Al-Takwir ayat 8-9. Al-Tahir Al-Hadad, Imratuna fi Al-Syafiati wa Al-Mujtama’, t.t.: Al-Dar Al-Tunisiah li Al-Nasyan, 1972. Muhammad Rasyid Ri«a, Huquq Al-Mar’at Al-Muslimat, Qairo: Ma¯ba’ah Al-Manar, 1931. Surah Al-Hujurat ayat 13. Surah Al-Nisah ayat 1. Surah Al-Mumtahanah ayat 10. Surah Al-Buruj ayat 10. Surah Al-Nahl ayat 97. Surah Al-Taubah ayat 71.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar