Skip to main content

Catatan Riwayat Pengumpulan al-Quran

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 07, 2011

Pengumpulan al-Quran oleh para ulama mempunyai dua pengertian. Pertama, pengumpulan dalam arti hifzhuhu (menghapalnya dalam hati). Orang-orang yang hafal
al-Quran disebut juga dengan Jumma’u al-Quran atau Huffazhu al-Quran. Maka adapun penghimpunan dalam arti penghapalannya dan penyemayamannya dengan mantap dalam hati, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepada Rasul-Nya terlebih dahulu sebelum kepada yang lain. Beliau dikenal sebagai Sayyidu Al-huffazh dan sebagai Awwalu Al-jumma’.
Kedua, Jam’u al-Quran dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan al-Quran semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul menghimpun semua surat, sebagaimana ditulis sesudah bagian yang lainnya.
Sebenarnya kitab al-Quran telah ditulis seutuhnya pada zaman Nabi Muhammad saw. Hanya saja belum disatukan dan surat-surat yang ada juga masih belum tersusun. Penyusunan dalam mushhaf utama belum dilakukan karena wahyu belum berhenti turun sebelum Nabi Muhammad wafat.
Proses Jam’u al-Quran wa Kitabatuhu  pada masa Nabi Muhammad saw
Upaya pelestarian al-Quran pada masa Nabi Muhammad saw. Dilakukan oleh Rasulullah sendiri, setiap kali beliu menerima wahyu dari Allah. Setelah beliau secara langsung mengungat dan menghapalnya, Beliau menyampaikannya kepada para sahabatnya. Lalu sahabat menyampaikannya secara berantai kepada sahabat lainnya. Demikanlah seterusnya.
Pada masa Nabi belum ada upaya yang dilakukan untuk unifikasi dan kodifikasi al-Quran. Selain karena wahyu masih terus turun, juga belum ada kebutuhan yang mendesak untuk melakukan upaya itu. Mesjid Nabi di Madinah merupakan tempat yang paling strategis dan efektif dalam memasyarakatkan al-Quran. Di mesjid ini, para sahabat memperoleh informasi langsung dari Rasulullah saw. Tentang wahyu yang baru turun. Para sahabat juga dapat mengonfirmasikan hapalan dan qiraat mereka melalui bacaan dan tadarus yang dilakukan para sahabat senior. Bahkan mereka memperoleh infirmasi tentang tata urutan ayat dan surah dari Nabi Muhammad saw. di mesjid itu pula.
Proses Jam’u al-QuranWa Kitabatuhu Pada masa Khalifah Abu Bakar Shiddiq.
Setelah Nabi Muhammad saw wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, bergeraklah Musailamah Al-kazzab menda’wahkan dirinya Nabi. Dia mengembangkan ajarannya dan kebohongan-kebohongannya. Dia dapat mempengaruhi banu Hanifah dari penduduk Yamamah lalu mereka menjadi murtad. Setelah Abu Bakar mengetahui tindakan Musailamah itu, beliu menyiapkan satu tentara yang terdiri dari 4000 pengendara kuda yang dipimpin oleh Khalid bi Walid. Dan banyaklah sahabat nabi yang gugur di waktu itu di antaranya Zaid ibnu Khatab. Selain  itu syahid pula 700 orang penghapal Al-qur an, walaupun pada akhirnya pasukan Musailamah dapat dipukul mundur
Peristiwa tersebut menggugah hati Umar bin Khattab untuk meminta khalifah Abu Bakar agar al-Quran segera dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah mushaf. Usul ini ia sampaikan karena beliu merasa khawatir bahwa al-Quran akan berangsur angsur hilang bila hanya mengandalkan hapalan, apa lagi para penghapal al-Quran semakin berkurang seiring dengan semakin banya syahid di medan perang. Semula Abu Bakar merasa ragu-ragu untuk menerima gagasan Umar bin Khattab itu. Namun akhirnya beliau menerima gagasan itu setelah betul-betul mempertimbangkan kebaikan dan manfaatnya. Abu Bakar lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk segera mengumpulkan al-Quran dari sahabat penghapal al-Quran untuk ditulis dan dibukukan dalam sebuah mushaf.
Abu Bakar memerintahkan pengumpulan al-Quran seusai perang Yamamah, Tahun 12 H, perang  antara kaum muslimin dan kaum murtad (pengikut Musailamah Al-kazzab) dimana 700 orang sahabat penghapal al-Quran gugur. Melihat kondisi tersebut, Umar bin Khattab merasa sangat khawatir lalu diusulkan supaya diambil langkah untuk usaha pengumpulan al-Quran.
Proses Jam’u al-Quran Wa Kitabatuhu Pada masa Khalifah Usman Bin ‘Affan
Masa kekhalifahan Usman bin Affan, pengumpulan al-Quran dilatar belakangi antara lain, meluasnya daerah islam dan semakin banyaknya umat memeluk agama islam secara berbondong-bondong. Dan terpisah-pisahnya para sahabat di berbagai daerah kekuasaan dan dari merekalah masyarakat mempelajari al-Quran. Dan tidak diragukan lagi terjadi perbedaan dalam cara membaca al-Quran. Seperti penduduk Syam membaca dengan qiraat Ubai bin ka’ab, penduduk kuffah membaca dengan Qiraat Abdullah bin Mas’ud dan yang lain memakai qiraat Abu musa Al-as’ari. Perbedaan ini membawa kepada pertentangan dan perpecahan di antara merteka sendiri. Bahkan sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain.
Inisiatif Usman bin Affan untuk segera membukukan dan menggandakan al-Quran muncul setelah ada usulan dari Khuzaifah. Kemudian, Khalifah Usman bin Affan yang isinya meminta agar Hafshah mengirimkan mushaf yang disimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa mashaf. Setelah itu, Khalifah Usman bin Affan memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits untuk bekerjasama menggandakan al-Quran. Usman bin Affan berpesan bahwa “jika terjadi perbedaan di antara kalian mengenai al-Quran, tulislah menurut dialek Quraisy karena al-Quran diturunkan dalam bahasa mereka.
Setelah tim tersebut berhasil menyelesaikan tugasnya, Khalifah Usman bin Affan mengembalikan mushaf orisinil (master) kepada Hafsah. Kemudian, beberapa mushaf hasil kerja tim dikirimkan ke berbagai kota, sementara mushaf-mushaf lainnya yang masih ada pada waktu itu diperintahkan Khalifah Usman bin Affan untuk segera dibakar. Pembakaran mushaf ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pertikaian di kalangan umat karena setiap mushaf yang dibakar mempunyai kekhususan. Para sahabat penulis wahyu pada masa Nabi saw. tidak diikat oleh ketentuan penulisan yang seragam dan baku sehingga perbedaab antara koleksi seorang sahabat dan sahabat lainnya masih mungkin terjadi. Ada yang kelihatannya mencampurbaurkan antara wahyu dengan penjelasan-penjelasan Nabi atau sahabat senior, walaupun sesungguhnya yang bersangkutan dapat mengenali dengan pasti mana ayat dan mana penjelasan ayat, misalnya dengan membubuhi kode-kode tertentu yang mungkin hanya diketahui yang bersangkutan.
Usman bin Affan lalu mengirim Mushaf al-Quran ke beberapa wilayah  yaitu, Kufah, Basrah dan Syam serta ditinggalkan satu di Madinah sebagai Mushaf Imam. Penamaan Mushaf Imam ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat terdahuhlu di mana ia mengatakan; bersatulah wahai sahabat-sahabat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu Imam (mushaf al-Quran pedoman). Kemudian ia memerintahkan membakar semua bentuk lembaran atau mushaf selain itu. Umat pun menerima perintah itu dengan patuh. Ibnu Jarir mengatakan berkenaan dengan apa yang telah dilakukan Usman Bin Affan: Ia telah menyatukan umat islam dalam satu Mushaf, sedang Mushaf yang lain disobek. Ia memerintahkan dengan tegas agar setiap orang yang mempunyai mushaf yang berlainan dengan mushaf yang disepakati ia membakar mushaf tersebut. Umat pun mendukungnya dengan taat, dan mereka melihat dengan begitu Usman telah bertindak sesuai dengan petunjuk dan sangat bijaksana.
Referensi Makalah®
Kepustakaan;
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabâhits fi ‘ulumi al-Quran, diterjemahkan oleh Mudzakir AS dengan judul, Studi ilmu-ilmu al-Quran, Bogor; Pustaka Litera antar nusa, 2007, M.M Al-A’zami, The History of the Qur'anic Text, Diterjemahkan oleh Sohirin solihin, Anis Malik Thaha, dengan judul Sejarah Teks al-Quran, Jakarta; Gema insane press, 2005, Muhammad Izzan, Ulūmul Qur'an,Telaah Tekstualitas dan Kontestualitas al-Quran, Bandung; Tafakur, 2009, Hasanuddi AF, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur'an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, Hasbi  Ashshiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an/Tafsir, Jakarta; Bulan Bintang, 1994. Taufik Adnan Amal, Rekonstrusi Sejarah al-Quran, Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001, Abu Abdullah Az-zanjani, Tarikh Al-Qur'an, Iran: Islamic Propagation Organitation, 1984, diterjemahkan oleh Kamaluddin Marzuki Anwar dan A. Qurtubi Hasan, Wawasan Baru Tarikh Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1991.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar