Skip to main content

Problematika Islam di Prancis

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 06, 2011

Melanjutkan material makalah sebelumnya tentang Islam di Prancis, kali ini sedikit diuraikan bagaimana problematika dan posisi umat islam di sana.
Meskipun Islam telah berkembang pesat di Prancis dan umat islam hidup secara damai sesama intern umat Islam, bukan berarti bahwa umat Islam di sana hidup damai secara eksteren. Pluralisme masyarakat ekstern (non-muslim), adalah salah satu faktor utama memicu terjadinya konflik di tengah-tengah masyarakat, sekaligus merupakan problematika yang dihadapi oleh umat Islam Prancis dewasa ini.
Bermula dari peristiwa 11 September 2001 sebagai tragedi terdahsyat dunia di awal abad ke 21, maka seketika itu pula dua orang muslim Prancis bernama David dan Jerome yang barusan masuk Islam, ditahan karena tuduhan terlibat dalam jaringan terorisme internasional. Kasus dua pemuda mu’allaf tersebut diangkat sebagai bukti bahwa pemerintahan Prancis kelihatannya memiliki image (prasangka) negatif terhadap umat Islam yang menetap negara Prancis.
Lebih dari itu, tantangan berat yang dihadapi umat Islam Prancis adalah adanya pelarangan penggunaan Jilbab di sana. Program anti jilbab telah meluas hingga pengusiran muslimah berjilbab di Prancis benar-benar telah diberlakukan. Larangan berjilbab ini, dalam bentuk lain, juga di-berlakukan di berbagai kawasan Eropa lainnya dan di Amerika. Fenomena seperti ini, merupakan indikasi bahwa bangsa Eropa, termasuk Prancis memandang Islam sebagai makhātir (sesuatu yang bahaya).
Pertimbangan lain, masalah utama dibalik keluarnya undang-undang “pelarangan berjilbab” ialah ketakutan pemerintah negara-negara Barat terhadap semakin berkembangnya Islam negara-negara tersebut. Negara-negara Barat (termasuk Prancis) senantiasa berusaha untuk memburukkan citra Islam, di antaranya dengan menggambarkan bahwa Islam mengekang kaum muslimah dengan aturan-aturan agama yang ketat.
Samuneh Fur, seorang wanita Prancis berusia 65 tahun yang memeluk Islam pada tahun 1964 mengatakan; “undang-undang larangan berjilbab ditetapkan untuk menghalangi meluasnya pengaruh Islam di Prancis. Akan tetapi, anak muda muslim di Eropa kini menyambut jilbab dengan lebih baik dibandingkan dari waktu-waktu yang lampau dan hal ini menimbulkan ketakutan pada msyarakat Eropa”. Hal yang sama, Abu Athrus yang telah tinggal selama 40 tahun di Prancis dan mempunyai anak-anak yang berkewarganegaraan Prancis, berkata; “anak saya pergi ke sekolah dengan menggunakan jilbab karena itulah yang diperintahkan oleh Tuhan. Oleh karena itu, tidak ada undang-undang yang bisa menolak pakaian ini dan kami akan tetap melaksanakan aturan Tuhan ini.
Berdasar pada pernyataan kedua muslim Prancis di atas, maka dipahami bahwa kaum muslim di Prancis dewasa ini, tetap tampil membukti-kan kepatuhannya terhadap ajaran agamanya. Walaupun di sisi lain, ber-implikasi pada ada kenyataannya bahwa mereka (umat Islam) di sana mengalami berbagai hambatan dan problematika yang pelik.
Masih berdasar pada kenyataan di atas, maka dapat pula dipahami bahwa pelarangan berjilbab di Prancis, merupakan usaha Barat untuk memaksa umat Islam agar melanggar hukum agama mereka sendiri. Oleh karena itu, pelarangan berjilbab di Prancis merupakan sebuah ujian bagi umat Islam di Prancis secara khusus, dan sekaligus ujian bagi umat Islam di senatero penjuru dunia secara umum.
Implikasi lain yang ditimbulkan terhadap pengamalan ajaran Islam di Prancis menurut Abdul Salam Banesh, seorang warga Prancis asal Maroko yang merupakan imam masjid, mengatakan; “Islam selama ini telah di-perkenalkan sebagai musuh Barat, namun kini perkembangan Islam di Barat malah semakin meluas karena Islam merupakan agama yang komprehensif dan mampu menjawab berbagai persoalan kehidupan. Perkembangan Islam inilah yang membuat Barat ketakutan.” Lalu, timbul pertanyaan yang sangat mendasar, ada apa dengan Prancis ? negeri yang dipandang memiliki tradisi intelektual luar biasa dan tradisi demokrasi yang menyejarah ini, tiba-tiba takut akan eksistensi Islam di sana ?. Padahal, Islam di Prancis dari sense sejarahnya sungguh telah eksis berabad-abad silam dan penganut agama ini yang bermigran dari multikulturalisme dan multibangsa hidup secara toleran dengan masyarakat non-muslim Prancis.
Prancis harus ingat, bahwa terhadap sejarah kaum muslimin yang telah berjasa membebaskan Raja Prancis I dari tangkapan musuhnya pada pertempuran Pavia tahun 1525. Namun, Azyumardi Azra, menyatakan bahwa “kalau orang Prancis bertingkah sinis, itu memang sudah menjadi bagian sejarah mereka, tetapi kalau Yahudi berlaku sinis, barulah berita”. Berdasar pada pernyataan ini, kiranya sangat tidak bijak dan tidak arif, bilamana masyarakat dan apalagi pemerintah Prancis dewasa ini, tetap menganggap Islam sebagai musuh, serta menjadikan Islam sebagai agama yang termarginalkan.
Walaupun dalam kenyataannya pemerintah Prancis dan sebagian masyarakat non-Muslim Prancis tetap menganggap Islam sebagai sesuatu yang negatif, tentu dibalik itu semua memiliki nilai-nilai positif bagi citra Islam. Kenyataannya adalah, bahwa Islam di Prancis dewasa ini, tetap eksis, bahkan mampu bertahan hidup walaupun mereka harus berlawanan dengan masyarakat non-muslim pluralis yang sekuler.
Dalam praktik keagamaan sehari-hari, Aslam menyatakan bahwa aliran Islam di Prancis juga banyak mulai dari Wahabi, Salafi, Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tablig, dan lain-lain yang hidup dengan rukun. Namun, dalam pandangan penulis bahwa praktik keagamaan sehari-hari umat Islam Prancis tampak pada pola keberagamaan yang mayoritas menggunakan mażhab sunni karena mayoritas mereka berasal dari Afrika Utara yang kental dengan mażhab sunni.
Terbangunnya masjid-masjid di Prancis yang jumlahnya sampai 2.500 buah, juga merupakan salah satu indikasikan bahwa kaum muslim Prancis dewasa ini senantiasa geliat dan antusias dalam menjalankan ibadah-ibadah secara rutin, terutama shalat berjamaah. Praktis bahwa ajaran Islam yang lain, semisal puasa dan zakat juga terlaksana dengan baik. Wallahu a'lam.
Referensi Makalah©
Kepustakaan:
http://www.islam.lib.com/htm. Keterangan di atas, sesuai pula yang terdapat dalam Hj. Muliaty Amin, Hubungan Islam dan Barat Pasca 11 September 2001 makalah IAIN Alauddin, 2005. Lebih lengkapnya, lihat http://.www.yahoo.com/islamprancis/2.htm.http://www.yaho.com/islampranciz/e-011lamd/ep-lan12.htm Azyumardi Azra, Pergolatan Politik Islam; Dari Fundamentaslisme, Modernisme hingga Post-Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996. Lihat pernyataan Aslam dalam http://www.yahoo.com/prancis-dinasti/e-01lamd/ep-lan12.htm. http://www.yahoo.com/prancis-dinasti/e-01lamd/ep-lan12.htm

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar