Skip to main content

Material Makalah; Konsep Hulul Bag. II

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 10, 2011

Melanjutkan referensi makalah; konsep hulul yang diakhiri dengan syair terdahulu, secara jelas dapat dipahami bahwa bersatu dengan Tuhan dalam bentuk hulul itu adalah  wujud manusia (al-Hallaj) tidak hilang, akan tetapi dirinya tetap ada. Dengan demikian ada dua wujud yang bersatu dalam satu tubuh sehingga yang nampak oleh mata hanya satu bentuk dan satu tubuh, seperti bersatunya air dengan anggur.
Oleh karena itu kata-kata: “أنا الله” yang keluar dari lidah al-Hallaj bukanlah ia maksudkan sebagai pernyataan bahwa dirinya adalah Tuhan, sebab yang mengucapkan kata itu adalah Allah melalui lidah al-Hallaj. Hal ini dipertegaskan lagi dalam ucapannya:
أنا سر الحق أنا- بل أنا حق ففرق بيننا  
Artinya; “Aku adalah rahasia Yang Maha Besar, dan bukanlah Yang Maha Besar itu aku, aku hanyalah satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami
Dalam konteks tersebut, al-Hallaj mengatakan bahwa untuk sampai kepada tujuan itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh. Oleh Jalaluddin Rahman sebagaimana yang dikutip dari buku “The Tasawin Of Mansur al-Hallaj” karangan Aisyah Abd. al-Rahman dikemukakan 40 stasion yang harus dilalui oleh orang yang akan menemukan yang maha benar. Stasion itu misalnya sopan (Manners), kagum (awe), kelelahan (fatigue), mencari (search), takjub (wander), menghilangkan (perishing), keagungan (exalation), keinginan  benar (avidity), kejujuran (probety), ketulusan (sincerty), perkawanan (comradeship), emansipasi (emansipation), kesenangan (rest).
Al-Hallaj mengemukakan bahwa dalam ajaran persatuan manusia dengan Tuhan yang sungguh-sungguh ditemukan tiga tingkatan, yaitu:

  1. Tingkat latihan, menahan dan menjauhi materi. Tingkat ini disebut al-Murid (orang yang sudah berkeinginan).
  2. Tingkat pemaksaan, ujian dan pemusnahan sifat kemanusiaan, serta pembersihan diri dari sifat-sifat kemanusiaan. Tingkatan ini dipandang sebagai kesatuan zat dan disebut al-Murad (orang yang sudah diinginkan oleh Tuhan).
  3. Tingkat persatuan yang sudah sempurna (‘ain al-jam’) yaitu tingkatan yang paling tinggi dimana di dalamnya terwujud persatuan yang sempurna.
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa sebelum sampai ketingkat persatuan yang sempurna maka terlebih dahulu jiwa harus dipersiapkan untuk menjauhi materi dan memisahkannya dari segala yang tampak atau dengan kata lain menghapuskan setiap bentuk jiwa manapun hingga tidak ada lagi yang tersisa kecuali al-fana yang bersih. Pada saat itu pula tuhan mengambil tempat pada diri manusia yang berarti roh manusia dan roh Tuhan bersatu dalam satu tubuh.
Ajaran persatuan itu terwujud melalui jalan cinta kepada Allah dan akhirnya membuahkan persatuan yang sungguh-sungguh (‘Ain al jam’). Dalam artian bahwa seluruh perhatian, pikiran dan seluruh aspirasi diwarnai oleh Tuhan. Sebagaimana dalam ungkapan syair berikut :
رأيت ربى بعين ربي - فقلت من أنت قال : أنت
Artinya: “Aku melihat Tuhanku dengan mata Tuhanku, lalu aku bertanya: siapa engkau, ia menjadi kamu”
Persatuan yang dimaksud itu tidak mengakibatkan diri hallaj hilang, seperti halnya diri Yazid hilang dalam ittihadnya. Dalam ittihad, diri Yazid hancur dan yang ada hanya Tuhan, sedang dalam hulul diri Hallaj tidak hancur. Dengan kata lain, dalam ittihad yang dilihat satu wujud,  sedang dalam hulul ada dua wujud, hanya bersatu dalam satu tubuh. Dengan demikian hulul juga tidak dapat dipersamakan dengan ajaran inkarnasi Kristen yang menyatakan bahwa Isa itu adalah Tuhan karena dia merupakan pemjelmaan Tuhan. Dalam hulul, Hallaj bukanlah Tuhan, melainkan Tuhan mengambil tempat dalam dirinya. Oleh karena itu, pada dasarnya al-Hallaj tidak mengakui dirinya sebagai Tuhan, akan tetapi Tuhan mengambil tempat pada dirinya. Artinya Tuhan adalah Tuhan dan manusia adalah manusia, akan tetapi Tuhan menyatu dalam diri manusia.
Referensi Makalah®

Kepustakaan:

Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Arab–Indonesia al-Munawwir, Yogyakarta: Pustaka Progresif, t. th. Ibni Mandhur, Lisanu al-‘Arab, Al qahirat Korisy al-Nil: Dar al-Ma’rif t. th. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Abd. Kadir Mahmud, al-Falsafah al-Sufiyah al-Isam, Mesir: Dar al-Fikr, 1966. Muhammad Yusuf Musa, Filsafat al-Akhlaq Fi al-Islam, Kairo: al-Thaba’ah al-Talistan, 1963. Jalaluddin Rahman, al-Hallaj Tokoh Sufi Ajaran Hulul,  makalah, Ujung pandang,:  Fakultas Adab IAIN Alauddin, 1992. Muhammad Ghallab, al-Tasawuf al-Muqaran, Mesir: Maktabat Nahdlat, t.th. Kamil Mustafa al-Syibi, al-Shilah Bain al-Tasawuf wa al-Tasyayyu’, Mesir: Dar al-Ma’arif, t. th.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar